http://www.harianbhirawa.co.id/opini/47401-menakar-islam-harmonis
Judul Buku : Islam Dinamis , Islam Harmonis
Penulis : Machasin
Penerbit : Lkis, Yogyakarta
Tahun : 1, Desember 2011
Tebal : 342 halaman
Harga : Rp65.000,-
Peresensi : Muhammad Bagus Irawan
Peneliti Idea Studies IAIN Walisongo
Belakangan ini media gencar memberitakan wacana pembubaran organisasi massa yang dinilai anarkis dan seringkali melancarkan tindak kekerasan. Kemendagri pun angkat tangan akan mengkaji dan menerbitkan keputusan itu sebagai langkah jitu mengurai tindak kekerasan yang terorganisir. Ya, di negeri Pancasila ini kemelut konflik selalu hinggap menjadi potret buram, dan seringkali disebabkan oleh kekerasan yang sering dimobilisasi secara semena-mena oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Akibatnya, setiap konflik sosial muncul, kekerasan pun sering tak terhindarkan. Barangkali dinamika konflik sosial di Indonesia sangat rentan kekerasan.
Sungguh nahas memang, mengingat sejatinya NKRI dibangun atas dasar HAM dan perdamaian dunia, dengan menjunjung tinggi petuah Bhinneka Tunggal Ika sebagai Negara plural dan inklusif. Namun sayangnya, konflik menjadi ruas merah yang kapan saja tersulut dan membakar. Lebih ironisnya, acapkali lakon kriminal bak preman itu diperagakan organisasi atas nama agama, tak terkecuali agama Islam. Ambil contoh, bagaimana aksi FPI (Front Pembela Islam) ketika melancarkan operasi atas nama penegakan syari'ah, mereka tak segan membombardir warung remang, rumah bordil, dan diskotik yang dinilai sebagai kandang perzinaan dan maksiat. Begitupun dengan tindakan anarkis Ormas Islam lain yang anti dan brutal terhadap keberadaan jama'ah Ahmadiyah yang dinilai sesat.
Dan tak hanya itu, sejarah mencatat banyak sekali laku anarkisme atas nama Islam di tanah air. Bila ditelusuri para pelaku bersandar pada dalil "amar ma'ruf nahi munkar", menegakkan kebenaran dan mencegah kebatilan. Pertanyaannya, apakah benar dalil Islam itu sejalan dengan aksi anarkis dan barbaris, ataukah Islam membenarkan laku terorisme pemeluknya? Buku berjudul "Islam Dinamis, Islam Harmonis" karya Machasin ini hadir untuk menelanjangi hakikat Islam sebenarnya. Ya, Machasin dengan pemikirannya menegaskan bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin (menebarkan kasih sayang bagi seluruh alam), yang mewujud pada tradisi Islam yang teraktualisasi dalam bingkai budaya dan tradisi masyarakat setempat. Pemikiran substantif seperti ini yang mendasari pondasi Islam dinamis dan harmonis. Pandangan ini jelas menempatkan ajaran Islam berlawanan dengan tindak anarkis dan teroris.
Di sini, pisau analisis Machasin hadir lewat kajian empiris, bahwa penulis sudah sekian lama bersanding, berdialog, dan mengkaji ihwal para pelaku anarkis yang mengaku Islam. Dari penelusuran latar belakang dan alasan yang didapat, disimpulkan bila para pelaku anarkis ini terpengaruh gerakan Islam Wahabi (gerakan pemurnian Islam dan fundamentalis), tentunya model keberislaman seperti ini sangat tak cocok diterapkan di negeri Pancasila yang plural seperti Indonesia. Bahwa keberislaman masyarakat Indonesia sejalan dengan kearifan lokal. Secara historis, Islam hadir di Indonesia secara damai dan bertransformasi. Secara bertahap mengikis tradisi leluhur yang terlarang, melanggengkan tradisi yang tak bertentangan, dan menuju tradisi kearifan lokal muslim Indonesia yang unik dan berbeda dengan Arab dan Negara lainnya.
Tak bisa dimungkiri, bila paska kemerdekaan, keberislaman masyarakat Indonesia terbagi kedalam tiga wajah, yakni: Islam Fundamentalis yang identik dengan tindak anarkisme, Islam Moderat semisal NU dan Muhammadiyah, dan Islam Liberal yang menggagas pandangan visioner keislaman. Perbedaan lanskap inlah yang seringkali menimbulkan konflik. Di sini Machasin menakar bahwa Islam itu mengajarkan prinsip welas asih, dan kasih sayang tanpa batas. Sebagai contoh, Nabi Muhammad saja memaafkan seorang kafir Quraisy yang selama hidup selalu menganiaya dan hampir membunuhnya. Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam itu senantiasa menebar kedamaian, jauh dari tindak anarkisme dan brutalisme. Bila ada tindak brutal yang mengaku Islam, itu menjadi kesalahan besar pemeluk yang tak mengerti dalil atau hanya mengikuti penafsiran yang salah kaprah.
Di sini, perlu disandarkan kembali bahwa Islam itu dinamis dan dapat berdialog dengan tradisi dan budaya dimana ia tumbuh dan berkembang serta mampu merespon tantangan lokal maupun global. Islam juga harmonis dan menghargai keberadaan kemanusiaan orang lain dengan penuh bijaksana. Maka pemaknaan dan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan harus selalu berlangsung sesuai zaman dan kondisi ia digunakan (sholih fi kulli zaman wa makan). Yang harus diperbaiki adalah kesadaran akan penafsiran teks Al-Quran dan Hadist yang seringkali disalahgunakan.
Ikhtiar buku ini menakar kembali keberislaman yang harmonis. Bahwa umat haruslah memaknai ajaran keberislaman dalam rambu perdamaian dan kearifan lokal, lebih dari itu juga kearifan global. Buku ini menjadi pembacaan kritis Macahsin menghadapi berbagai tindak kekerasan Islam yang tak pernah surut. Buku setebal 342 halaman ini disajikan dengan bahasa yang sederhana namun lugas dan tajam dalam menelanjangi berbagai contoh kasus di salamnya. Buku ini lain dibaca untuk menumbuhkembangkan keberislaman yang dinamis dan harmonis sesuai asas kebangsaan "bhinneka tunggal ika". Selamat membaca. ***
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat