terbit di Harian Pelita edisi Sabtu 7 Januari 2012
http://www.pelitaonline.com/read-cetak/12920/mengeja-dasar-agama/
Judul : Seven Th eories of Religion
Penulis : Daniel L Pals
Penerbit : IRCiSoD
Tahun : I Oktober 2011
Tebal : 313 halaman
Harga : 55.000,-
ISBN : 9786029789089
http://www.pelitaonline.com/read-cetak/12920/mengeja-dasar-agama/
Judul : Seven Th eories of Religion
Penulis : Daniel L Pals
Penerbit : IRCiSoD
Tahun : I Oktober 2011
Tebal : 313 halaman
Harga : 55.000,-
ISBN : 9786029789089
AGAMA
selalu menohok kajian keilmuan. Di mana agama tak melulu membutuhkan
definisi untuk kelanggengannya. Agama eksis dalam sejarah manusia.
Walaupun arti agama tak begitu diindahkan pemeluk dan pemuka agama.
Agama seolah bertabur merah dengan kajian-kajian para ahli ilmu.
Tentunya, agama akan dinilai berbeda lewat pandangan epistemologi
dasarnya. Begitulah gagasan segar yang coba diurai penulis lewat buku
magnum opus “Seven Theories of Religion” ini. Di dalamnya, Daniel L.
Pals mengkaji dan mengetengahkan pemikiran tujuh tokoh sentral ihwal
teori agama. Mereka adalah Karl Marx, Emile Durkheim, Sigmund Freud, EB
Tylor dan JG Frazer, Mircea Eliade, EE Evans- Pritchard, serta Clifford
Geertz. Di sini, agama dieja dari rumpun pemikiran primitif yang
mendasar. Secara nalar, dalam sejarah manusia, agama selalu menjadi
poros yang benar, walaupun tanpa bersentuhan dengan ilmu sekalipun.
Daniel
L. Pals, mengelompokkan pendekatan teori agama ke dalam dua ranah,
bersifat substantif dan rasional. Pertama, melalui pendekatan
“menafsirkan” (interpretive) dan yang kedua melalui pendekatan
“menjelaskan” (explanatory) (hal.13). Di mana para teoretisi condong
menjelaskan agama dalam bingkai intelektual, dalam batasan ide-ide yang
mendorong, menggerakkan, dan mengilhami manusia. Mereka menekankan niat
manusia yang sadar, emosi dan agensi. Walaupun, mereka mengatakan
bahwa orang bersifat religius, karena pemikiran yang dianggap benar dan
bernilai. Ritual agama harus diejawantahkan dalam ranah kehidupan
mereka. Para teoretisi yang menekankan peran pemikiran dan perasaan
manusia ini menganggap bahwa agama adalah tentang sesuatu yang “memiliki
makna” bagi kehidupan manusia. Pendekatan ini dianggap lebih bersifat
“menafsirkan” (interpretive) ketimbang “menjelaskan” (explanatory).
Sisi lain penjelasan tak jauh dari akal dan sifat kebendaan, dan agama
berproses dari kedua unsur itu.
Sebaliknya, para
teoretisi fungsional sangat tidak setuju dengan pendekatan yang
bersifat substantif. Mereka menganggap bahwa “penjelasan” juga absah
untuk menjelaskan manusia. Para teoretisi fungsional berusaha melihat
ke bawah atau dibalik pemikiran yang sadar dari orang yang religius
untuk menemukan sesuatu yang lebih dalam dan tersembunyi. Mereka
berpendapat bahwa ada struktur sosial yang pokok atau penderitaan
psikologis tanpa perhatian yang akar tingkah laku agama yang
ses-ugguhnya. Apakah akar-akar tersebut bersifat sosial, individual,
atau bahkan biologis, kekuatan -kekuatan yang memaksa ini - dan bukan
ide-ide yang oleh orang beragama sendiri dianggap mengatur tindakan
mereka - merupakan sebab agama yang sesungguhnya dimanapun kita dapat
menemukannya. Kita akan dapat menelusuri perbedaaan antara penjelas
(explainers) dengan penafsir (interpreters).
Kemudian
Daniel L Pals juga menglasifikasikan pemikiran tokoh dalam kategori
tertentu, semisal Karl Marx, Emile Durkheim, dan Sigmund Freud, yang
dimasukkan ke dalam teori reduksionis, yakni teori yang menempatkan
agama sebagai buaian konstruksi nilai yang menjiwai kehidupan
masyarakat sehingga agama bisa saja tergantikan oleh kepentingan
transenden lain. Walaupun begitu, tiap tokoh sudah pasti memiliki ciri
khasnya yang unik. Misalnya, teori Karl Marx menuduh motif agama erat
den-gan ikatan psikologi dan ekonomi. Agama adalah kepentingan
terselubung, bak candu yang membius kesadaran manusia.
Dikontekskan
dengan Indonesia, pengejaan agama, patut disarikan lewat kultur dan
ritual khusus. Semisal, pemeluk Islam sebagai agama terbesar Indonesia,
memiliki ritual agama dan ciri khas yang unik yang tak dapat ditemukan
di Negara lain, semisal Arab. Sisi ini menunjukkan kelenturan agama
berujung pada hakikat sosio-kultur pemeluk. Di mana, agama disesuaikan
dengan kapabilitas manusia yang iman. Alhasil, kesucian agama tak akan
ternoda oleh tindakan penganutnya. Selanjutnya, peristilahan agama
menurut Durkheim, dinyanakan kentara sebagai sistem kepercayaan dan
praktek yang telah dipersatukan dan terhimpun dalam peribadatan yang
bersifat ritual dan kudus, juga komunitas moral yang menyatu. Definisi
ini menyiratkan dua unsur yang penting, yang menjadi syarat adanya
agama. Prasyarat itu adalah “sifat kudus” agama dan “praktek-praktek
ritual” agama.
Berkaitan dengan analisis Karl Marx yang
terang-terangan menyeletuk agama sebagai selubung penindas. Praduga
agama adalah menghimbau yang berujung pada perintah. Teologi Karl Marx
me-mandang manusia menempati batas bebas dari segala perintah. Namun,
episteme ini bisa direduksi manakala dibenturkan pada tujuan agama.
Agama bertujuan menyatukan manusia dengan ajaran moral yang dibawa.
Agama bukan memerbudak, melainkan menuntun manusia menjadi mulia dlam
tataran kehidupan social. Apakah itu nantinnya dikaitkan dengan harapan
imbalan atau bukan.
Agama dengan demikian menjadi sarana
bagi tercapainya bonum commune. Memersatukan masyarakat ketika
nilai-nilai kolektivitas atau kebersamaan digerus bahkan dihancurkan
oleh nilai-nilai individualis-pragmatis. Agama diperlukan agar
masyarakat tidak terpecah belah dalam aneka kepentingan yang tidak
dapat diartikulasikan bersama. Norma-norma dan nilai-nilai agama
hendaknya dapat menjadi pegangan dan petunjuk bagi kehidupan bersama
yang lebih harmonis. Lebih dari itu, agama hendaknya memelopori
masyarakat yang terbuka terhadap perubahan. Sebab agama juga mengeja
titik perubahan. Buku ini laik dibaca bagi siapapun untuk mendasari
keyakinan keberagamaan. Juga, di dalamnya menyajikan sisi lain agama
yang dieja oleh kajian ilmu pengetahuan barat. Selamat membaca.
(Muhammad Bagus Irawan, peneliti Idea Studies IAIN Walisongo Semarang)
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat