Dimuat di Harian Pelita edisi Kamis 19 Januari 2012
http://www.pelitaonline.com/read-cetak/14017/membumikan-kesadaran-siaga-bencana/
Oleh Muhammad Bagus Irawan
Memasuki
tahun 2012, Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah ihwal bencana.
Dengan predikat “Negeri Supermarket Bencana”, sampai kapanpun bencana
akan selalu mengancam 230 Juta lebih penduduk Indonesia. Di pulau Jawa
saja, 120 juta orang tinggal di dalam bayang-bayang lebih dari 30
gunung berapi (National Geographic, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian para ahli ilmu bumi dan vulkanologi, di mana secara
geografis letak Indonesia berada pada lembah fire ring yang sangat rawan
dengan munculnya bencana kuasa alam, semisal gempa bumi, erupsi gunung
berapi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan lainnya.
Catatan
tahun 2011 menunjukkan lebih dari seribu peristiwa bencana mewarnai
perjalanan Indonesia. Sebagian besar adalah banjir, kebakaran, dan
puting beliung, yang semuanya terkait hidrometeorologi. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, setidaknya telah terjadi 1.598
bencana, 75 persen di antaranya adalah hidrometeorologi dengan 403
kejadian banjir, 355 kebakaran dan 285 puting beliung. Mengakibatkan
korban meninggal dan hilang 834 orang, dan 325.361 orang lainnya
dilaporkan menderita dan harus mengungsi. Selain, juga menyebabkan
kerugian material tak sedikit. Tercatat, 15.166 unit rumah penduduk
rusak berat, 3.302 rusak sedang, dan 41.795 unit rusak ringan.
Mengutip
Gatra.com (2/1/2012), menunjukkan prakiraan Japan Agency for
Marine-Earth Science and Technology (Jamstec), National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA), Bureau of Meteorology (BoM), dan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, pada
rentang Januari hingga Agustus, kondisi cuaca di berbagai wilayah
Indonesia normal. Sedangkan, periode Agustus hingga Desember diprediksi
terjadi kemarau agak basah. Setelah itu, diprediksi akan terjadi
kemarau elnino. Selain bencana banjir, ancaman gunung api juga terus
mengintai. Saat ini ada 127 gunung api aktif yang terus dipantau oleh
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Dari jumlah
tersebut, 6 gunung berstatus siaga dan 18 waspada. Dengan ancaman
bencana 2012 itu, maka upaya sosialisasi, kesiapsiagaan, gladi, dan
peningkatan kapasitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta
masyakarat perlu terus-menerus dilakukan.
Selain bencana
alam. Indonesia juga akan menghadapi bencana ulah manusia, semisal
kejahatan mulai dari korupsi dan sebagainya, gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, wabah penyakit, konflik, teror dan lainnya.
Membincang korupsi di negeri ini seperti tak ada matinya, sebut saja
Gayus, Nazaruddin, Nunun, dan lainnya, mereka adalah bagian kecil dalam
labirin gunung es. Bencana sosial, kemiskinan dan pengangguran masih
saja menghadang. Perilaku bencana ini terus hilir mudik tiada henti.
Mitigasi Bencana
Kesemuanya
sudah menjadi keseharian yang menyakitkan dan mesti dicari
mitigasinya, guna menanggulangi dan mengurai dampak bencana agar tak
terlalu besar. Karena, bencana selalu akan terjadi terus menerus dan
tak dapat dicegah, maka dengan timbulnya bencana haruslah dicari pula
mitigasi yang tepat. Friedrich Nietzche mengatakan kunci keberhasilan
bangsa ditentukan oleh komitmen menghidupkan dan menyalakan kata-kata
menjadi kata kerja (tindakan nyata).
Istilah mitigasi
sendiri diambil dari bahasa Inggris mitigation yang berarti adalah
upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik
struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non
fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. Dalam
Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal
pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana. Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Di dalam
al-Qur’an sendiri, kalau dicermati term bencana selalu diikuti dengan
kata mitigasi yang diungkapkan Allah. Semisal saya menyitir kisah-kisah
Nabi Allah yang terdapat bencana di dalamnya dan terdapat upaya
kesiapsiagaan, mitigasi bencana, dan peringatan dini serta rehabilitasi
dan rekonstruksi. Semoga menjadikan kita inspirasi dalam kesiapsiagaan
dan upaya pengurangan risiko bencana ketimbang merenungi nasib dan
panik. Secara garis besar, kisah Nabi Yusuf dalam mempersiapkan musim
kering dan kelaparan yang akan terjadi dengan menyiapkan segala
logistik selama tujuh tahun untuk musim kering selama tujuh tahun
setelah adanya warning atau peringatan, merupakan contoh bahwa Allah
menyuruh kita untuk memitigasi bencana dan bersiaga. [QS. Yusuf ayat 43
– 49]
Bagi pemerintah, program pengurangan risiko bencana dan
membangun sikap siaga bencana itu harus terakomodir di dalam
program-program pembangunan, seperti bidang pendidikan, sosial,
kesehatan, dan infrastruktur. Pemerintah daerah juga harus mewujudkan
visi selaras kelestarian lingkungan dalam kebijakan-kebijakan
pembangunan oleh swasta. Kebutuhan akan investasi jangan sampai
menisbikan visi yang sesungguhnya bagus. Kita sendiri sebagai
masyarakat harus mampu mendorong terbentuknya komunitas siaga bencana
dan sadar lingkungan. Nilai-nilai kearifan lokal, walaupun sederhana,
sebisa mungkin diterapkan dalam aktivitas kehidupan. Kita juga jangan
jemu mengaspirasikan, memantau atau mengawasi, bahkan bila perlu
mengkritik hingga menggugat kebijakan pemerintah yang mengabaikan
lingkungan. Inilah arti dan wujud sesungguhnya dari siaga bencana itu.
Bukan cuma tercermin ketika bencana menimpa.
Sejatinya,
berbagai produk hukum, inisiatif kegiatan dan pelaksanaan program
dilakukan dalam upaya penguatan kapasitas masyarakat baik dari sisi
pemerintah maupun masyarakat madani termasuk dunia usaha. Pada tahun
2010, Pemerintah meluncurkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana
2010-2014 serta Rencana Aksi Nasional Pengurangan Bencana 2010-2012
yang menjadi pegangan bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan
kegiatannya. Dan kebijakan itupun menyerap dana besar. Pastinya rakyat
tak mau dicurangi, akan penyelewengan dana dengan agenda besar
mitigasi bencana. Di sinilah perlunya kesadaran masyarakat ikut peduli
bencana dan seluk-beluk dalam labirin anggaran besar di baliknya.
Semoga. Wallahu’alam bisshawab.
Penulis adalah peneliti Idea Studies IAIN Walisongo Semarang.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat