Dimuat di Koran Jakarta edisi 30 Desember 2011
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/79614
Judul : Memahami Budaya Populer
Penulis : Jhon Fiske
Penerbit: Jalasutra, Yogyakarta
Tebal : xii 240 halaman
Harga : Rp54.000
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/79614
Judul : Memahami Budaya Populer
Penulis : Jhon Fiske
Penerbit: Jalasutra, Yogyakarta
Tebal : xii 240 halaman
Harga : Rp54.000
Diskursus
populer memang unik. Selalu ramai didengungkan baik formal maupun
nonformal. Kata "populer" dalam kamus KBBI 2008 adalah sesuatu yang
dikenal dan disukai banyak orang. Istilah "popular" sejatinya hadir
dari Bahasa Inggris pada abad-15, digunakan sebagai konotasi negatif
dalam hukum dan politik, dengan arti rendah, dasar, vulgar, dan
masyarakat kebanyakan.
Dalam perkembangannya, sejak akhir
abad-18, populer hadir meluas dengan proyeksi positif, penekanan pada
kelas dan penyatuan segala budaya. Dari sana, populer terus merajut
hingga disebut menjadi sebuah budaya (pop culture). Sayangnya, pamor
populer semakin riuh dibopengi sebagai alat ekonomi. Menempatkan
populer, sebagai garda bisnis dan periklanan yang strategis.
Walhasil,
rayuan populer dengan segala atribut yang dibawanya kerap
menjerumuskan orang pada gelegar konsumerisme. Begitu pun arus populer
hadir di negeri Indonesia lewat media massa, dan iklan di jalanan.
Segmentasi populer yang luas, berakibat pada riuhnya kaum muda berlomba
memburu produk pencipta rasa pop ini.
Buku berjudul
Memahami Budaya Populer ini menaja pemahaman dasar ihwal budaya
populer. Jhon Fiske tak tanggung menyajikan teori pop-nya lewat simbol
realitas pop yang booming. Istilah pop amat terkait dengan pemodal,
industri, produk, media massa, iklan, konsumen, dan uang. Sebut saja
dalam fashion, ketika menjabarkan mode pop celana jins, ternyata
ditunggangi kepentingan untung-rugi.
Secara kronologis,
model populis celana jins terus berkembang beraneka rupa, mulai dari
Skinny Jeans hingga Cut Bray. Kesemuanya menghadirkan budaya pop dengan
kucuran uang berbeda. Selain itu, budaya populer telah menjadi corong
yang dikonstruksi, bukan sesuatu yang berjalan alamiah. Pop telah
menjadi berkas industri. Tak pelak, mengikuti budaya populer bisa
dibilang memperbudak diri sendiri dengan kesadaran.
Budaya
populer berbanding lurus dengan iktikad konsumerisme. Ketika seseorang
mengikuti perkembangan populer, ia terus-menerus mengeluarkan uang
mengikuti gaya populer saat itu. Di sinilah kedangkalan populer
dirasakan. Kriteria populer terus berkembang melesat seiring
berkembanganya zaman, meninggalkan kriteria populer sebelumnya.
Walhasil, budaya populer mewabah sesuai hasrat yang timbul akibat
propaganda media dan periklanan. Buku karya Jhon Fiske ini mampu
membuka wawasan kesadaran pembaca.
Bagaimana pembaca mampu
menaja rayuan populer, disajikan dengan bahasa sederhana. Patut
menjadi bacaan siapa saja. Sekali lagi, populer dengan arti gaya,
style, ide, perspektif, dan sikap yang benar-benar berbeda dengan
budaya arus utama telah menjadi alat rayuan konsumtif.
Muhammad Bagus Irawan, pegiat Idea Studies IAIN Walisongo Semarang.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat