Labels

Saturday, 30 July 2011

HAM di Mata Nurcholish Madjid

Dilansir dari Perada Koran Jakarta edisi Selasa, 26 Juli 2011

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/67562

Judul Buku    : Islam dan Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Nurcholish Madjid
Penulis          : Mohammad Monib dan Islah Bahrawi
Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun            : 1, 2011
Tebal             : 384 halaman
Harga            : Rp80.000,-

Membincang seputar Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, tentunya kita masih ingat dengan pelbagai kasus pelanggaran yang tak selesai, bahkan tak terjamah hukum, masih gentayangan menjadi catatan gelap semisal; kasus Tanjung Priok, Penembakan Misterius, Talangsari, Kasus Semanggi, kasus Trisakti, pembunuhan Munir dan lain sebagainya.

Dari sini ada pertanyaan, sampai di manakah letak penghargaan HAM bangsa ini? Mengapa masih saja muncul kasus pelanggaran HAM yang terjadi? Menjadi indikasi bila wacana dan pelaksanaan HAM tidaklah populer di mata sebagian besar bangsa.

Padahal, secara historis, masyarakat Indonesia mulanya menjelma dan memproklamirkan kemerdekaan dalam wadah negara-bangsa dilandaskan pada titik kesadaran akan HAM tertinggi, setelah tiga abad diperbudak kolonialisme dan imperialisme.

Wacana HAM ini pun dirumuskan dalam falsafah dan ideologi bangsa yang tertuang dalam sila-sila Pancasila, Mukaddimah, dan pasal-pasal UUD 1945. Namun, implementasi dari nilai HAM sendiri masih dalam ruang kosong. Menyoroti hal ini, guru bangsa dan pemikir visioner Nurcholish Madjid (Cak Nur) pernah menyatakan, bila perwujudan HAM Indonesia adalah kebebasan yang bertanggung jawab.

Pandangan Cak Nur ini dirasa cukup beralasan, bagaimana imaji masyarakat kita tak lepas dari ritus agama dan kultural yang terakomodasi dalam implementasi kontekstual negara.

Buku berjudul Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish Madjid ini hadir guna merangkum dan mengelaborasi wacana, pandangan, dan gagasan HAM ala Cak Nur yang identik dengan angin keislaman.

Kita mengenal Cak Nur sebagai “lokomotif” pembaharuan Islam Indonesia, begitu rajin menelurkan gagasan yang bernas-walaupun dalam sejarahnya, ia termasuk cendekiawan yang kontroversial dan disalahpahami. Cak Nur menarik garis panjang bila HAM bukanlah hal baru, bahkan HAM ada sepanjang keberadaan manusia.

Kemudian, ia mengisahkan pelanggaran HAM pertama kali adalah tindak pembunuhan Qabil atas Habil, anak dari Adam dan Hawa. Dari kisah itu, Al Quran menegaskan prinsip HAM pertama yakni hak hidup yang harus dihormati dan dilindungi.

Kemudian dipertegas dalam QS Al-Maidah 32; bila siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka soalah-olah dia membunuh seluruh manusia. Dan siapa yang memelihara kehidupan manusia, seolah-olah dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya (hlm 113).

Bagi Cak Nur, HAM sejatinya mengadopsi nilai Islam yang inklusif. Kemudian, ia membedakan antara konsep HAM islamis yang berbenturan dari konsep HAM barat yang begitu sekuler. Di sini diangkat pandangan Cak Nur pada HAM islamis dan perwujudannya menghadapi beberapa kasus: hukuman mati, aborsi, nikah beda agama, eutanasia, dan lainnya. Dalam kasus aborsi, jelas bila dilakukan semena-mena adalah pelanggaran hak hidup bayi.

Dalam fiqhiyyah kita mengenal empat madzhab besar di Indonesia, kesemuanya memiliki pemahaman berbeda menyangkut kebolehan aborsi. Namun, kesemuanya bisa ditarik, aborsi dibolehkan hanya ketika dalam keadaan gawat darurat yang menghadang kelahiran bayi. Semisal pada kasus thalassemia yang tak bisa ditangani kedokteran dan berakibat buruk pada keberadaan janin.

Di sini berlaku kaidah ushul fiqh; "al-dlaruratu tubihul mahdzurat" (keadaan darurat membolehkan hal terlarang) dan "idza ta'aradlatul mafsadata-i ru'iya a'dzamuhuma dlararan bi'rtikabi akhaffihima" (jika dua keburukan menghadang, harus dihindari yang lebih berat bahayanya dengan menempuh yang lebih ringan).

Buku ini cukup komprehensif menjabarkan pemikiran Cak Nur tentang Islam dan HAM. Dalam penyusunan, kedua penulis menghadirkan pelbagai makalah, tulisan Cak Nur di media, buku Cak Nur sendiri, buku tentang Cak Nur, dan data pendukung lainnya.

Buku ini bisa menjadi teman duduk secara khusus bagi peminat kajian HAM dan Cak Nur, juga bagi masyarakat pada umumnya.

Peresensi adalah Muhammad Bagus Irawan, mahasiswa Tafsir Hadist IAIN Walisongo Semarang

1 comment:

Silahkan Berpendapat