Labels

Friday, 17 August 2012

Olah Raga Undur-undur


Opini dimuat di Radar Lampung edisi 6 Agustus 2012

Pupus sudah harapan Indonesia meneruskan tradisi medali emas beruntun sejak Olimpiade Barcelona 1992. Paska tumbangnya atlet andalan Bulu tangkis Ganda Campuran Tontowi/ Liliana, terhenti sudah tradisi emas Bulutangkis Indonesia di Olimpiade. Semua pebulu tangkis Indonesia gagal untuk merebut tiket ke final Olimpiade London 2012. Karena hanya sector bulu tangkis lah andalan utama kontingen Merah Putih untuk merebut emas. Asa Indonesia untuk merebut emas ada pada ganda campuran Tontowi Ahmad/ Liliyana Natsir. Sayangnya, mereka terhenti di semifinal setelah kalah oleh duet Tiongkok Xu Chen/Ma Jin 23-21, 18-21,13-21 di Wembley Arena. Pada laga lainnya, ganda putra andalan Muhammad Ahsan/Bona Septano juga menyerah dari pasangan Korea Selatan Jung Jae-sung/Lee Yong-dae dengan skor 21-12, 21-16 (Wawasan, 3/8). Sontak saja, seusai pertandingan Chef de Mission Erick Thohir, langsung menyatakan mundur, namun pernyataannya ditolak oleh Ketua KOI (Komite Olimpiade Indonesia) Rita Subowo.

Kegagalan meraih satu emas saja di Olimpiade London ini menjadi catatan terburuk Indonesia sejak 1992. Dua dekade silam, dalam Olimpiade Barcelona, kontingen Indonesia mampu mendulang dua emas dari cabang Bulutangkis--menjadi prestasi paling gemilang sepanjang Indonesia mengikuti Olimpiade. Tak ayal, Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng dalam konferensi pers, berujar akan segera melakukan evaluasi setiba di tanah air. Nampaknya, ekspektasi sebagai juara umum SEA GAMES tahun 2011 tak menghantarkan prestasi olah raga Indonesia menjadi lebih baik di kejuaraan paling tinggi seantero dunia, Olimpiade.

Nahasnya, dalam Olimpiade kali ini, Indonesia sempat mendapat “kartu hitam” dalam laga ganda putri bulutangkis Greysia Polii dan Meiliana Jauhari yang sengaja mengalah dari pasangan Korea Selatan Ha Jung-eun/ Kim Min-jung (31/7). Greysia/ Meiliana bermain tidak serius demi strategi menghindari lawan berat, pasangan unggulan pertama dari China, di babak berikutnya. Kesengajaan ini lantas berbuntut cemoohan dari penonton di London, lebih kronis lagi, keduanya didiskualifikasi dari Olimpiade oleh Federasi Bulutangkis Dunia (WBF). Catatan ini sejatinya makin memperburuk citra dan mengiris sportivitas olah raga Indonesia yang sudah lama menantikan kemajuan olah raga-nya.

Dominasi China-AS
Seamsal olimpiade sebelumnya di Beijing tahun 2008, dominasi prestasi tertinggi disandang oleh China dan Amerika Serikat di tempat kedua. Untuk sementara dalam Olimpiade London 2012, China unggul dalam perolehan medali emas atas AS di posisi kedua, barangkali dalam olimpiade selanjutnya juga akan selalu begitu. Kedigdayaan kedua negara menjuarai banyak cabang olah raga berimplikasi pada dua faktor utama. Pertama, kedua negara memiliki penduduk paling besar pertama dan kedua di dunia. Faktor kuantitas SDM bagaimanapun sangat memengarui ketersediaan bibit atlet yang berkualitas. Bangsa kedua negara pun memiliki spirit antusiasme yang tinggi akan kebudayaan olah raga yang menyehatkan.

Kedua, dukungan dan perhatian tinggi dari Pemerintah keduanya terhadap pembinaan atlet dan penyediaan fasilitas penunjang olah raga. Di kedua negara, pencarian bakal atlet disaring dari setiap sekolah dasar dan menengah (setaraf SD dan SMP), selain ada juga lembaga dan sekolah olah raga yang khusus membina dan melatih para atlet muda dalam pelbagai bidang olah raga. Tak hanya itu, olah raga juga mendapat anggaran besar dari APBN negara, hasilnya keduanya memiliki fasilitas lapangan dan kamp atlet yang sangat maju. Tak heran, bila keduanya menguasai prestasi olah raga dunia di segala cabangnya.

gambar kartun karikatur komplotan politik
Sejatinya Indonesia bisa belajar dari metode dan strategi kedua negara itu. Dengan bekal penduduk terbesar kelima dunia, Indonesia memiliki segudang atlet bertalenta, sayangnya kita masih lemah dengan minimnya pembinaan terkoordinasi. Tidak adanya lembaga yang jelas dan rendahnya anggaran dana dari Pemerintah adalah kendala utama. Parahnya, dana untuk membangun fasilitas olah raga di tanah air pun sempat-sempatnya dikorupsi, lihat saja kasus Hambalang. Tak pelak, negeri ini masih terpuruk dalam pembangunan olah raga. Padahal kemajuan olah raga dapat meningkatkan citra positif sebuah negara, selain berimplikasi pada spirit dan antusiasme bangsa untuk berolah raga guna menjaga kesehatan.
Prestasi dan Sportivitas
Torehan tanpa satu medali emas dan kartu hitam itu sudah sepatutnya menjadi alarm bahaya bagi prestasi dan sportivitas olah raga nasional. Terlebih sengaja menyerah bukan kali pertama dalam sejarah laga kita. Pada Piala Tiger 1998, gol bunuh diri sengaja disarangkan pemain Indonesia agar dapat menghasilkan poin kalah dari Vietnam (Editorial Media Indonesia 3/8). Dilansir dari beberapa media online, Baron de Coubertin menyatakan saat membentuk Olimpiade di zaman modern ini, yang ingin ia perlihatkan bukanlah kemenangan melainkan keindahan perjuangan. Bukan kebanggaan semu menaklukan lawan, tetapi kebesaran hati manusiawi yang berjabat tulus mengakui keunggulan.

Selama ini dalam pelaksanaan olah raga tanah air kerap diwarnai dengan kecurangan dan tidak sportif. Dari sana-lah seluruh jajaran, dari pemerintah sampai penonton harus berinstropeksi dan menyisir kesalahan ini. Bagaimanapun, publik dan insan olah raga Indonesia patut menyadari akan harkat dan martabat olah raga itu sendiri. Tak melulu demi meraih prestasi setinggi-tingginya lantas menghalalkan segala macam kecurangan. Akan tetapi, bagaimana dapat menjunjung tinggi pemaknaan filosofi olah raga, yakni menebarkan sportivitas; solidaritas, kedamaian dan kesehatan. Selain itu, harus ada hukuman yang tegas bagi para atlet dan tim official yang terbukti bertanggung jawab menginisiasi strategi curang dan tidak sportif. Jangan sampai kemenangan dengan segala cara menjadi benih yang diwariskan pada atlet-atlet bangsa ini. Pada sesi ini sejatinya akan menempatkan olah raga kita mengundur, atau disebutundur-undurUndur-undur memiliki kiasan negatif, karena membangun dengan kemunduran; prestasi tanpa sportivitas; ataupun mengorupsi dana pembangunan olah raga. Tentunya kita tak sudi melihat olah raga kita hanya undur-undur belaka. Wallahu'alam Bisshowab.

Muhammad Bagus Irawan, peneliti Idea Studies IAIN Walisongo Semarang

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat