Labels

Thursday 5 June 2014

Belajar dari Pesan-pesan Asketisme Yesus

Tulisan ini dimuat di Koran Jakarta edisi 15 Mei 2014

Judul Buku     : Kezuhudan Isa Al-Masahi dalam Literatur Sufi Suni Klasik
Penulis             : Hasyim Muhammad
Penerbit           : Rasail
Terbit               : Februari 2014
Tebal               : xx+364 halaman
ISBN               : 978-979-1332-71-2   



Sebagian bangsa ini terperosok dalam krisis akhlak dan spiritualitas. Krisis melanda pelajar, pengangguran, pedagang, pengusaha, hingga pejabat. Lihat saja, media saban hari menyiarkan kasus narkoba, tawuran, seks bebas, perkosaan, prostitusi, pembunuhan, perampokan, jual-beli hukum, biaya politik tinggi, dan korupsi.


Hiruk-pikuk kejahatan itu menyisakan keprihatinan lantaran terkikisnya keimanan pada Tuhan dan solidaritas antarsesama. Negeri ini kehilangan kultur dan spirit hidup yang adil, makmur, harmonis, dinamis, dan gemah ripah loh jinawi. Sebaliknya, bangsa masuk dalam kehidupan pragmatis berbasis uang. Hidup sekadar mencari uang sebanyak-banyaknya sehingga menempatkan yang kaya sebagai penguasa, si miskin budak tertindas.

Sepatutnya, rakyat menata ulang cara pandang terhadap kehidupan dunia yang hanya tempat singgah sementara sehingga harus dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan. Pandangan hidup seamsal ini sering disebut asketisisme atau zuhud. Ini paham kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban.


Pada takdirnya, setiap manusia pasti mati. Kematian menjadi jalan sidang pertanggungjawaban segala tindakan hidup di dunia. Buku yang diunggah dari karya disertasi Hasyim Muhammad ini sejatinya berisi pesan-pesan kezuhudan Yesus Kristus. Secara historis, Yesus menjadi figur asketis. Para sufi menjadikan Dia figur teladan doktrin kezuhudan karena dalam Yesus konsisten menjalani hidup zuhud (hal 25).

Yesus menjadi teladan bagi siapa pun. Bagi-Nya, kehidupan zuhud tidak serta-merta meninggalkan duniawi. Para zahid (orang yang hidup zuhud) tetap menjalani hidup duniawi. Mereka bekerja, namun hatinya tidak terbelenggu kenikmatan yang diraih. Artinya kehidupan dunia tidak menyebabkan mereka mengingkari Tuhan. Kenikmatan duniawi sekadar ujian mengukur kadar ketakwaan seseorang (hal 52). Dunia merupakan jalan yang harus diseberangi sebelum umat manusia menempuh kehidupan yang lebih hakiki di akhirat. Maka, tidak selayaknya seseorang mencintai dunia secara berlebihan seakan-akan hidup kekal (hal 109).


Buku ini menjadi sebuah oase di tengah kegersangan memaknai kehidupan. Penulis—lewat penelitiannya dari literatur sufi sunni klasik—mendedahkan pesan-pesan zuhud Yesus yang banyak digali dari Alkitab. Ikhtiar buku ini hendak mengingatkan pembaca agar tak hanyut dalam goda dan pesona dunia seperti harta benda, tempat tinggal, makanan, dan minuman.


Ihwal spirit kezuhudan Yesus sejatinya dicapai dari beberapa tahap karakter, di antaranya menghindarkan diri dari dosa (wara’), merasa bukan siapa-siapa, dan sangat membutuhkan Bapa. Kemudian sabar menghadapi segala ketentuan dan cobaan. Dengan demikian, pesan-pesan kezuhudan Yesus untuk seluruh umat, tanpa pandang SARA.

Kezuhudan Yesus mengekspresikan penerimaan diri yang amat mendalam terhadap apa pun yang menjadi kehendak Bapa. Akhirnya, pesan kezuhudan Yesus adalah ajaran universal yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Sikap zuhud menandai ikhtiar kearifan yang berdampak signifikan pada kehidupan sosial. Kezuhudan mampu melahirkan manusia yang berintegritas, sederhana, egaliter, tenggang rasa, rendah hati, dan teguh pada prinsip.

Tak hanya itu, zuhud mampu menjauhkan diri dari penyakit mental dan sosial. Karena itu, selaiknya pesan kezuhudan Yesus dijadikan teladan dan refleksi membangun kembali keutuhan akhlak dan spiritualitas bangsa ini menuju keluhuran dan keharmonisan. Muhammad Bagus Irawan






No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat