Dilansir dari Koran Jakarta edisi 4 Oktober 2011
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/72775
Buku berjudul Tagore dan Masa Kanak ini seutuhnya merekam aktivitas dan mimpi ketergirangan dan keterbebasan masa kanak-kanak. Tagore sang seniman peraih sastra nobel 1913 itu, menuliskan kaidah juang dan esensi seorang anak menjadi pribadi yang baik dan kuat. Lewat sentuhan khas budaya India, ia mengisahkan bagaimana anak-anak meraih cita dengan perjuangan keras. Sebaliknya, keterkungkungan dan penindasannya malah menjadikan masa kanak musnah, hingga harapan berkembang cerah tak tergapai, malah menyisakan tata sosiologis yang terbalik, di mana sang anak ketika dewasa ingin menggapai masa kanaknya kembali.
Kata disiplin yang acap diberikan orang tua kita haruslah mendapat koreksi ulang, dengan pemaknaan yang tepat sesuai mimpi anak. Hal ini bisa dikatakan mustahil, namun dalam uraian cerpen Tagore, inilah sejatinya labirin ikhtiar dan pesan dari masa kanak. Dalam pandangannya, orang tua dituntut membalik dengan masa kanaknya dahulu, sesuai konteks zaman anak sekarang tentunya. Nilai ungkap itu coba diurai Tagore dengan cerita-cerita lain, dan ketidakwajarannya.
Dalam pembacaan saya, ada kolaborasi apik lewat hasil terjemah dan alih bahasa Ayu Utami, di mana terjadi persinggungan dua budaya antara India dan Indonesia. Ini terlihat dari koreksi Ayu menampikkan budaya negerinya yang terlihat jauh dengan pemaknaan budaya asli Tagore. Pada titik ini, pembaca akan kesulitan memaknai cara pikir Tagore dengan konteks budayanya kala itu.
Perlu ada penceritaan ulang untuk memahamkan kaidah seni Tagore bagi pembaca, dan inilah yang harus diungkap Ayu, bisa lewat catatan akhir. Secara kategorisasi, buku antologi cerpen Tagore ini terbagi ke dalam tiga garis besar tema; bagian pertama, Cerita Lepas, di dalamnya terdapat empat judul cerpen. Dalam judul "Orang Suci di Atas Pohon", diceritakan bagaimana terjadi percakapan unik dan konyol antara Panchu dan Udho tentang klenik orang sakti di atas pohon yang mampu mengabulkan segala permohonan (hlm 4-8).
Di sini ada intrik apik, saat kemiskinan menimpa seseorang dan iman pun tak terjaga. Maka kelelahan dan keputusasaan pun datang. Jalan menuju kekayaan yang diartikan kebahagiaan pun dicari. Klenik menjadi salah satu jalannya dan ujungnya akan selalu saja banyak penyesalan yang hadir.
Bagian kedua, Kakek dan Cucu, susunan cerpennya didominasi cerita serial "Si Orang 01-04" (hlm 38-70) yang berkisah tentang kegemilangan cerita kakek tentang kebakuan sebuah cerita itu sendiri, dan lucunya cerita ini dikisahkan kepada dan melibatkan cucunya dalam kehidupan nyata. Sebuah skenario ulung yang coba diterjang Tagore lewat gubahan "ekspedisi cerminnya" terkesan mengandai khayalan multikompleks, sebuah cerita tentang cerita dan diolah dari tokoh cerita pula. Selanjutnya, dalam bagian kedua juga diceritakan judul; "Sang Ilmuwan", "Istana Raja", "Kabar Besar", "Peri", dan ditutup "Lebih-Dari-Benar".
Membuka bagian terakhir buku ini adalah gagasan besar Masa Kanak. Tipologi penulisannya dielaborasi ke dalam bab 1 sampai 14. Di sinilah uraian dan pesan Tagore diumbar. Ketika Tagore berkisah tentang diri kekanakannya yang penuh dengan kekonyolan dan harapan yang melambung tinggi, hingga ia pun bercerita selaksa ingin menaklukkan awan. Ada hal unik, nama depan Tagore yakni "Rabi" bermakna matahari yang tidak memisahkan antara timur dan barat. Inilah gagasan konsep humanisme yang dicacar Tagore. Adapun dalam pesan kesannya, masa kanak yang bebas lepas adalah awal menuju pribadi yang sehat. Bagi saya, terlepas dari kebekuan pemaknaan budayanya, buku ini menarik, dan selamat membaca.
Judul : Tagore dan Masa Kanak
Penulis : Rabindranath Tagore
Penerjemah : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta
Tahun : 1, Mei 2011
Tebal : 192 halaman
Harga : Rp45.000
Peresensi adalah Muhammad Bagus Irawan, pegiat sanggar Idea Studies IAIN Walisongo Semarang.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat