Labels

Saturday 17 December 2011

Menakar Selubung Kematian

Dimuat di Rubrik Perada Koran Jakarta edisi 27 Agustus 2011

Judul : Mati Itu Spektakuler
Penulis : Khawaja Muhammad
Penerbit : Serambi, Jakarta
Tahun : 1, Mei 2011
Tebal : 444 halaman
Harga : Rp50.000,-

Kematian merupakan kepastian dan menghampiri setiap makhluk. Tak seorang pun dapat menghindar dan melepaskan diri dari cengkeramannya. Barangkali, mati ibarat "gerbang besar" tempat setiap orang dan makhluk lainnya pasti akan memasukinya.

Mati juga laksana "angin" yang datang kapan dan di mana saja di luar rencana manusia. Ihwal kematian memang sudah digariskan oleh Tuhan tatkala kita menapaki alam barzah. Sejatinya, hakikat inilah yang ditegaskan dalam kalamullah, "Tiap-tiap jiwa (yang bernyawa) akan merasakan kematian" (QS Ali Imran: 185).

Meskipun demikian, bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan. Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan mengerikan. Ada banyak alasan mengapa manusia takut terhadap kematian. Pertama, karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi.

Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa. Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia lakukan.

Walhasil, manusia takut karena ia tidak pernah ingat kematian dan tidak memersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kehadirannya. Padahal, kita sebagai manusia haruslah paham dan sadar akan selubung kematian yang menanti.

Buku berjudul Mati Itu Spektakuler ini dihadirkan guna menggarisbawahi seluk-beluk tentang mati. Muhammad sebagai penulis menakar kehidupan, yang ditengahi oleh kematian. Bagi saya, buku ini menjadi pengingat manusia agar lebih pandai memaksimalkan waktu. Kita tak hidup selamanya dan ujungnya kubur juga yang akan kita huni.

Secara tipografi penulisan, penataan buku ini terbagi ke dalam delapan bab utama. Pada bab pertama adalah "Awas..!", yang terdiri dari rampai kisah para sahabat, tabi'in, ulama, dan orang biasa, dalam menghadapi kehidupan dan ancaman maut.

Sebagai amsal, dalam Kisah Putra Harun, dielaborasi rampai kehidupan putra mahkota dari Sultan Agung Harun Arrasyid, kala itu sang putra mahkota memilih keluar dari gelimang harta duniawi istana dan hijrah ke sepinya pedalaman hutan hanya dengan bekal Al Quran dan sebuah cincin pemberian ibunda. Di sana ia tawakkal untuk ikhlas dan mendekatkan diri dengan Tuhan.

Ia lebih memilih hidup sebatas cukup hingga dalam bekerja ia hanya bekerja sehari dalam seminggu demi mengisi kebutuhan perutnya. Selebihnya, ibadah dan dzikirlah yang ia tunaikan, hingga akhirnya sang putra itu meninggal dalam kedamaian (hal 20-26).

Dari kisah itu bisa diambil hikmah bila kehidupan dunia adalah sementara. Tak ayal, kita mesti ingat dan mempersiapkan kehidupan kekal kita di akhirat.

Sesuai dengan pesan Rasul, bila manusia haruslah bekerja demi hidup seakan-akan ia akan hidup selamanya, dan sebaliknya, ia mesti mempersiapkan kematian seolah ia akan mati esok hari. Peneguhan itu adalah wujud prinsip keseimbangan, manusia hidup selain mencari bekal kehidupan dunia juga mesti ingat dengan bekalnya di akhirat, yang ditengahi dengan perantara mati.

Desain besar yang coba dijelaskan penulis adalah mengungkap selubung besar kematian. Ia menjadi penanda arti kehidupan yang apik dan bagaimana bisa menjalaninya. Penulis mencoba mengingatkan "efek kejut" mati dan rahasia besar yang tersembunyi di balik itu. Sekian.

Peresensi adalah Muhammad Bagus Irawan, mahasiswa Tafsir Hadist, IAIN Walisongo, Semarang

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat