Dimuat di Majalah IDEA edisi Juni 2011
Judul Film : Emak Ingin Naik Haji (Diadaptasi dari cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia)
Sutradara : Aditya Gumay
Penulis Skenario : Adenin Adlan
Produser : Smaradana Pro & Mizan Production
Pemain : Aty Kanser, Reza Rahadian, Didi Petet, Niniek L. Karim, Ayu Pratiwi, Cut Memey, Henidar Amroe, Adenin Adlan, Helsi Herlinda, Gagan Ramadhan
Jenis Film : Drama Religi
Tahun : 2009
Durasi : 01:16:07
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai hasilnya, sebuah mantra ambisius yang memang bertuah. Inilah ungkapan yang saya tangkap pertama kali saat disampaikan guru Mts dahulu. Dan, pesan ini pula yang terkandung dalam buku berjudul Negeri 5 Menara karya A.Fuadi, sebagai tendensi pengalaman pribadi yang dijelmakan dalam peran Alif-nya. Namun, disini saya tak akan membedah itu, saya akan mengulas film yang berjudul Emak Ingin Naik Haji yang kembali menuangkan nilai penggugah man jadda wajada dan man shabara zhafira (siapa yang bersabar, akan memperoleh keberuntungan). Kedua ajian yang seperti diberitahukan A.Fuadi lewat novel teranyarnya, Ranah 3 Warna, ditelaah mendalam di pondok modern Gontor.
Film yang diangkat dari cerpen Asma Nadia ini tak pelak lagi adalah sebuah karya yang memiliki cita rasa spiritualitas lebih dengan pesan moral yang dibawa. Setidaknya saya mencerna ada tiga rupa jama’ah haji kita yang tersimbol jelas dari film ini. Pertama, dia yang dengan niat ikhlas dan kerinduan yang teramat untuk berkunjung melihat ka’bah. Peran ini dibawakan sangat berhasil oleh figur Emak (dimainkan dengan cemerlang oleh Ati Kanser) dan tak ayal akan membuat penonton terenyuh dan menitiskan kepedihan sanubari. Emak yang miskin, jujur, dan saleh, kesehariannya membuat kue apem kecil-kecilan pesanan tetangga, diceritakan selama 5 tahun baru mampu menabung sebanyak 5 juta. Padahal, biaya haji mencapai 30-an juta. Keikhlasannya terlihat dengan dialog; “kalo diitung-itung agar nyampe 30 juta emak perlu nabung 25 tahun lagi. Sekarang umur emak 61, jadi bisa berangkat umur 86, masih ada umur gak ya..? Kalaupun Emak keburu meninggal sebelum sampai di Ka’bah, Emak ikhlas Zein…Tuhan tahu kok, hati Emak sudah lama ada di situ…”.
Kedua, dia yang berangkat haji sebagai rutinitas dan kelebihan uang. Yakni Haji Sa’un (diperankan Dedi Petet) saudagar kapal yang kaya raya. Diceritakan saat itu mereka sekeluarga akan menunaikan ibadah umroh yang keenam, sedang sebelumnya sudah ibadah haji sebanyak tiga kali. Yang terakhir, dia yang pergi haji hanya sekadar syarat memakai embel-embel “haji” didepan namanya. Disini digambarkan lewat figur politikus Pak Agus (Adenin Adlan).
Adapun secara narasi “Emak Ingin naik Haji” bercerita; Alkisah ada seorang pemuda bernama Zein (Reza Rahadian) yang berprofesi sebagai pelukis. Ia tinggal bernama emaknya dalam keadaan serba berkekurangan. Cerita dibuka dengan Zein yang tengah melukis Ka’bah tertidur hingga waktu shubuh tiba dan dibangunkan oleh emak. Penggambaran adegan ini oleh sutradara Aditya Gumay cukup menyentuh, apalagi mengingat kondisi rumah mereka yang layak mendapatkan santunan program semacam “Bedah Rumah”: sangat sederhana.Lukisan itu akhirnya dipersembahkan kepada emak, guna mengisi ruang rindunya terhadap ka’bah. Kemudian, saat Zein sedang berupaya membantu emaknya inilah datang mantan istrinya meminta uang karena anaknya yang bernama Aqsa sakit. Ada dialog lucu di sini, saat istrinya meminta uang dan Zein menukas kenapa tidak meminta sama suaminya yang pegawai negeri.
Malah dibalas si mantan istri yang di sini jadi tokoh antagonis selain seorang politikus di awal, dengan menjelaskan kesialan si suami yang motornya hilang sementara uang kreditannya masih nyicil dari kantor. Zein kemudian mengejek sang mantan istri, “Dulu lu ninggalin gue karena duit. Sekarang kawin sama laki yang juga kagak beduit. Gimana sih?” keluar lubang semut, masuk lagi lubang semut.” Jawab Istri ketus “paling nggak bang amir pegawai tetep" timpal Zein mudah” ya tetep miskin.”
Nah, si mantan istri yang tak tahu diuntung ini kemudian yang menghabiskan uang tabungan si emak yang baru sehari disetorkan ke bank–yang jadi sponsor film ini. Alasannya lagi-lagi karena si Aqsa (tokoh yang hanya nama) anaknya Zein sakit hernia yang akut dan besok harus segera dioperasi dengan membooking dokter terlebih dahulu senilai 5 juta-an. Emak pun tak tega dan berniat mengambil tabungan hajinya yang 5 juta itu. Setelah mantan menantunya pulang, emak kemudian membaca Al-Qur’an di dalam kamar dengan suara parau sambil menangis, begitu dapat. Saya berani bertaruh, bila penonton akan merasa sayu dan sendu melihat adegan ini, selain gambar yang merenyuh, juga diselingi lagu sedih dari Sulis, sangat berkesan. Saat Zein melihat emaknya mengaji sambil menangis, ia bertekad mendapatkan uang 5 juta, agar uang emak tetap di bank.
Maka, Dalam upaya mendapatkan uang lima juta itu, Zein berusaha keras menjual lukisan malam itu juga walau dengan hujan-hujanan. Namun, hanya kepedihan yang didapat, karena dagangannya tak laku. Sempat terpikir olehnya mencuri uang dari juragan haji Saun, karena saat ia membantu istri juragan haji berbelanja di supermarket ia melihat sang haji sedang menghitung uang yang banyak di dalam koper. Saat berbelanja inilah Zein ternyata memungut kembali kupon undian yang dibuang bu Haji. Kupon itu didapat karena berbelanja sebanyak lebih dari tiga juta dan berhadiah umroh. Nah, si Zein yang di malam hari usai berbelanja itu kembali masuk secara sembunyi dan diam-diam ke dalam rumah juragan haji Saun dan berhasil masuk ke dalam kamar.
Namun ia urung mencuri saat melihat ada Al-Qur’an tergeletak di kasur dalam keadaan terbuka. Zein ingat kembali pada emaknya, suara mengaji emaknya terngiang. Haji Saun memang sedang membaca Al-Qur’an saat mendengar suara berisik yang ditimbulkan Zein untuk kemudian turun meminta hansip mengecek. Zein sempat dikejar orang-orang yang menyadari ada maling, namun berhasil lolos. Di sini walau memenuhi keinginan penonton, adegan lolosnya Zein dari kejaran orang sekampung juga agak aneh sebenarnya.
Kehidupan yang kontras antara keluarga emak dan haji Saun ternyata tak memerlihatkan kesenjangan diantara mereka. Karena keluarga emak ternyata seringkali diminta membantu keluarga juragan haji Saun. Terutama saat ada perayaan, seperti ratiban menjelang keberangkatan umrah mereka itu. Lucunya, anak-anak mereka ‘nyeleneh’, sebuah penggambaran realita yang apik. Anak kedua lelaki bernama Dika, masih duduk di bangku SMA dan menemukan konflik dalam pelajaran agama yang diterimanya dengan informasi “bebas” yang didapatnya dari internet.
Sementara yang bungsu perempuan bernama Nita dan masih duduk di bangku SMP, ternyata ingin umrah karena perginya bersama Dude Herlino, bahkan ia menyiapkan baju khusus rancangan Ivan Gunawan untuk berfoto bersama Dude di Mekah nanti. Ada bloopers dari dialog karakter ini saat ia membatalkan rencana umrah dirinya dan keluarganya hanya karena Dude batal berangkat. Biro perjalanan haji yang juga sponsor film ini ditampakkan jelas suasana kantornya pun tidak berupaya mengkonfirmasi kepada juragan haji Saun dan hanya pasrah saat si anak yang masih SMP dengan jumawa membatalkan rencana umrah. Menjadi suatu yang kurang dari film ini, karena kurang logis.
Kalau dua kisah yaitu keluarga emak dan juragan haji Saun sudah bertemu di awal film, ada karakter lain yaitu politikus Joko Satrianto. Gunanya adalah agar ia memenangkan pilkada sebagai walikota tahun depan. Sebuah tanda Tanya, mengapa tokoh ini dimunculkan baru terjawab menjelang akhir film, karena sedari awal relevansinya tidak berkaitan. Kupon undian yang diambil Zein dari tempat sampah hypermarket segera diisi olehnya pasca ia berhasil masuk rumah meloloskan diri dari kepungan orang sekampung yang mengejarnya karena berusaha mencuri di rumah juragan haji Saun.
Dan ternyata kupon itu kemudian berhasil memenangkan undian. Celakanya, saat berusaha mencari emak untuk mengabarkan kabar gembira ini, ia tertabrak mobil si politikus. Adapun kisah si Joko, ia adalah seorang politikus yang diproyeksikan menjadi kepala daerah pada tahun depan. Namun, ia ternyata selingkuh dengan sekertarisnya. Perselingkuhan ini kemudian diketahui istrinya (diperankan Henidar Amroe dengan baik) karena BlackBerry si sekertaris ketinggalan di mobil sang politikus. Sang istri kemudian mencoba memeras suaminya sendiri dengan mengancam bila tidak memenuhi akan disebarkan lewat media.
Pada mulanya, sang suami tidak tahu kalau yang memeras adalah istrinya sendiri sampai supirnya memberitahu. Dan saat sedang bertengkar dengan istrinya itulah ia menabrak Zein. Sebuah kesan realita yang mencerminkan laku politikus kita. Dan kejadian pasca tertabraknya Zein inilah yang kemudian membawa cerita pada akhir film. Happy ending yang cukup bisa ditebak sedari film ini bergulir. Yakni, setelah kesabaran dan cobaan yang bertalu-talu menimpa. Akhirnya, keberuntungan menggapai emak dan si Zein yang mendapat hadiah dari Lifa dan haji Saun untuk berangkat memenuhi kerinduan akan ka’bah tahun depan. Begitu.
Muhammad Bagus Irawan, penikmat film asal kota Jepara.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat