Labels

Saturday, 5 March 2011

Pesona dan Derita Cerita Cinta



Dilansir dari Koran Jakarta edisi 12 Pebruari 2011
Pesona dan Derita Cerita Cinta
Judul : 1 Perempuan 14 Laki-laki
Penulis : Djenar Maesa Ayu
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 1, Januari 2011
Tebal : xiv + 124 halaman
Harga : Rp50.000,-
Bilik cinta dalam hati senantiasa menebarkan dentum debar yang indah dan tulus. Ketelanjangan dan kepolosannya seakan berpacu dengan guritan waktu yang memburu. Ia akan selalu ada dan tiada dalam pikiran setiap insan. Melodi itu yang selalu merasuki ruang rindu. Kita tak akan mengenal salah dan benar; pesona dan derita akibatnya. Mungkin inilah kata yang mampu saya tawarkan menyoal padanan kolaborasi apik 14 cerita cinta pendek yang dipunggawai oleh satu-satunya wanita diantara 14 lelaki, Djenar Maesa Ayu.
Dari pemilihaan judul, sangat berkesan bila antologi cerpen ini adalah simbolisasi khas karakter Djenar. Dalam prolog, ia mengaku setelah sekian lama diam dalam sastra tulis, rasa kangen membuat dirinya begitu antusias mewujudkan jadinya antologi unik ini. Mulanya, ia berangan akan menulis bebas, tanpa ikatan ide pokok, seterusnya terpikir olehnya mencorakkan rasa tulisnya dengan rasa nuansa “cinta” 14 lelaki sahabat dari pelbagai karakter dan keahlian. Djenar merasa apa yang ditulis dalam cerpennya adalah kombinasi gapaian orgasme piker, ia semata menjelmakan pepatah “talk less do more”, dengan wujud menulis itu sendiri. Dalam prosesnya, Agus Noor menggambarkan seolah dua sejoli yang sedang kasmaran mengadu intuisi yang digerakkan tanpa rasa. laptop diketik bergantian diselingi gelas kopi, sepanjang malam hingga dinihari (hlm.xi).
Nuansa itu, menghasilkan cerpen pembuka,“Kunang- Kunang Dalam Bir”, berkisah ihwal laku cinta yang disimbolkan lewat keberadaan bir sebagai pesona yang selalu ada dan hadirnya kunang sebagai imaji pecinta, tak redup dimakan malam. Hingga tersimak, kita bisa memesan bir, namun kita tak bisa memesan takdir. Disusul, judul kedua “Cat Hitam Berjari Enam”. Di kepalanya ada setan yang tiba-tiba menggerakkan. Membuatnya meraih cat minyak warna hitam. Melihat hasil duet Djenar dan Enrico Soekarno itu, tertegun dengan pola distrik yang alami, tak bertuan. Tokoh disambut hangat dengan terpaan cinta yang jauh. Walau tak berbalas, caci maki, hina, derita, siksa yang membumbung tersaji lewat lukisan hitam angkara murka. Dan akhir, suntikan tinta hitam di jari keenam (hlm.14).
Cerita cinta memang indah, menyisakkan apa yang dirasa, kelebat dan ketelanjangan umbaran hawa nafsu juga diregang dengan sedikitbanyak pola kata. Candu menjadi penyekat antara moral dan tokoh. Apa yang dihasilkan dengan Sujiwo Tejo cukuplah beralasan, dengan kaidah seni kental, tersaji “Rembulan Ungu Kupu Setra”, berkisah tentang jalinan perselingkuhan Prita dengan Raditya, teman kekasihnya. Pandangan berkata, semua getaran berasa, bila sumbu cinta memanas, segala gerak akan dicoba, semua itu dirajut, di tangan Raditya, gitar jadi berbicara.
Cerpen ini setema dengan “BUKUMUKA” atas rekanan Nugroho Suksmanto, lagi-lagi dentum nafsu melatarbelakangi hadirnya cinta. Apabila hasrat tak tergapai, raungan, lolongan berkobar mencari pelampiasan. Disini, dikisahkan hubungan gelap lewat situs facebook yang marak dewasa ini. Sampai akhirnya, kemunafikan pujangga terbongkar, cinta pun hilang sekejap bagai sengatan lebah. Cinta buta akan menghadirkan keterpurukan dan keburukan yang menyayat hati. Itu juga digambarkan dalam “RAMARAIB”, “Napas Balon Karet”, dan “Polos”. Secara keseluruhan, saya cukup simpatik dengan antologi karya Djenar dan 14 lelaki sahabatnya ini. Dibalik keunikan romantisme, hitam dan putih, pesona dan derita cinta diumbar dan ditelanjangi dengan segudang corak, rona, dan problematika sosial potret bangsa ini. Selamat membaca..!
Muhammad Bagus Irawan, pegiat Jepara Pena Club, mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.
CP : 085865414241

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat