Wednesday, 28 January 2015
Thursday, 22 January 2015
Tantangan Indonesia Menjaga Multikulturalitas
Resensi dimuat di Koran Jakarta edisi 21 Januari 2015
Judul : Multikulturalisme, Kekayaan, dan Tantangan di Indonesia
Editor : A Eddy Kristiyanto & William Chang
Penerbit : Obor
Tahun : 2014
Tebal : 192 halaman
ISBN : 978-979-565-712-5
Bangsa dan negara Indonesia sejatinya dikandung dan dilahirkan dari rahim multikulturalisme. Buktinya, dalam mempersiapkan kemerdekaan, peserta sidang BPUPKI dan PPKI berasal dari kalangan yang berbeda-beda, baik latar daerah, etnis, pendidikan, agama, ideologi, dan falsafah hidup. Kendati begitu, mereka melebur menjadi Indonesia, memakai bahasa Indonesia, dan berdiskusi gayeng merumuskan falsafah bangsa Indonesia. Persemaian toleransi dan kebersamaan yang dibangun saat itu menjadi embrio dasar fondasi kuat multikulturalisme.
Buku antologi berjudul Multikulturalisme ini mengulas pemikiran tentang multikulturalisme dalam konteks situasi konkret Indonesia kini. Refleksi-refleksi teologis dan pemikiran-pemikiran segar yang dilontarkan sangat menantang cara kita menjadi Indonesia. Sebagai awalan dijabarkan bahwa multikulturalisme menunjuk pada keberadaan bersama (coexistence) sejumlah pengalaman kultural yang berbeda dalam sebuah masyarakat. Sejak Konsili Vatikan II, telah didengungkan istilah kultur, sebagai kanal dialog yang elegan. Konsili Vatikan menekankan konsep kultur sebagai unsur terpenting dalam menjembatani pemahaman Katolik tentang iman dan tradisi yang berakar dalam humanisme Kristiani.
Friday, 9 January 2015
Wednesday, 7 January 2015
Berpolitik dengan Kasih Kristiani
Resensi dimuat di Koran Jakarta edisi 7 Januari 2015
Judul : Spiritualitas Politik, Kesucian Politik dalam Perspektif Kristiani
Penulis : Paulinus Yan Olla
Penerbit : Gramedia
Tahun : 2014
Tebal : 198 halaman
ISBN : 978-602-030-268-3
Orang Kristiani dalam sejarahnya terbelenggu selama berabad-abad sebelum menemukan nilai positif politik seperti diinspirasikan Alkitab. Belenggu sejarah itu datang dari kenyataan bahwa kelompok umat Kristiani sejak kelahirannya berada di bawah kekuasaan yang menindas. Di sana berkembang sikap negatif terhadap politik dan kekuasaan. Politik dijauhi karena idealisme kehidupan rohani adalah keterpisahan dari dunia. Banyak penguasa politik entah sebagai raja, ratu, maupun pangeran di zaman lalu meninggalkan panggung politik dan berusaha mencari kesucian hidup di biara-biara religius (hal 13). Padahal sejatinya, spiritualitas politik lahir serta dibentuk dalam ruang dan waktu, di setiap tempat sejak awal Gereja. Umat Kristiani selalu secara langsung maupun tidak terlibat dampak kehidupan politik. Dalam sejarah kekristenan, bentuk-bentuk relasi gereja dan politik telah diwujudkan secara berbeda. Politik dilihat sebagai jalan yang dapat membawa pada kesucian (hal 51). Kesadaran ihwal politik sebagai jalan kesucian baru berkembang sekitar tahun 1900-an. Ada kesadaran bahwa politik bukan medan yang harus dihindari. Kesadaran tentang pentingnya aktivitas politik bagi umat Kristiani semakin tumbuh setelah Konsili Vatikan II yang melihat pentingnya teologi kesadaran kenyataan-kenyataan duniawi (hal 68). |
Subscribe to:
Posts (Atom)