Tayang di Books Bisnis Indonesia edisi 25 Nopember 2012
Judul Buku : Agama Punya
Seribu Nyawa
Penulis : Komaruddin
Hidayat
Penerbit : Nourabooks,
Jakarta
Cetakan :
Pertama, 2012
Tebal : 308 halaman
ISBN : 9786029498004
Perguliran dunia modern dengan kemajuan teknologinya
menohokkan pesimisme beragama. Bertrand Russell, dalam bukunya “Religion and
Science”, menyimpulkan bila agama kini tidak lagi mempunyai pengaruh seamsal
beberapa abad lalu. Doktrin agama yang dulu dianggap sebagai kebenaran mutlak,
yang mesti dipercaya apa adanya, seiring dengan perkembangan sains, sekarang
menjadi tidak esensial lagi. Senada itu, filsuf Friedrich Nietzsche pernah
berikrar ihwal kematian Tuhan. Karl Marx pun berfatwa bila agama itu candu.
Menjadi pengharapan utama kaum tertindas dengan janji surga sebagai ilusi
semata.
Selain itu, banyak tokoh Ateis seperti Sam Haris,
Richard Dawkins, dan Christopher Hitchens yang mengkritik agama. Agama, selain
sudah tidak kompatibel dengan sains masa kini, ia juga dikatakan sumber
konflik. AN. Wilson dalam buku “Against Religion: Why We Should Try to Live
without It” menegaskan agama lebih berbahaya dari candu. Agama mendorong
manusia saling menganiaya di antara sesamanya. mengklaim diri mereka sendiri
sebagai pemilik kebenaran sedang lainnya sesat. Dalam konteks Indonesia, kita
bisa merabanya lewat serangkaian aksi intoleransi terhadap jama'ah Syi'ah di Sampang
dan Ahmadiyah di Bogor.
Akan tetapi meski mendapat serangan, cercaan, dan
intimidasi dari segenap tokoh dunia itu, nyatanya agama tak lantas mati. Agama
masih tetap eksis dengan pelbagai corak-figurasi keberagamaannya. Di Indonesia
saja, agama Islam dilakoni kedalam beragam corak; dari fundamentalis, moderat,
liberal, hingga radikalis. Mereka tersebar kedalam lembaga keagamaan berbeda;
dari NU, Muhammadiyah, JIL, FPI, JI, Irsyad, dan lainnya. Karen Armstrong dalam
bukunya “Masa Depan Tuhan” berkesimpulan bila agama punya masa depan cerah.
Komaruddin Hidayat dalam bukunya kali ini juga menegaskan bahwa agama memiliki
nafas abadi. Dalam kata pengatarnya; Prof. Quraish Shihab menjawab, bahwa
setiap manusia secara fitrahnya akan mengalami kecemasan dan ketakutan.
Kecemasan dan ketakutan akan segala hal yang menimpa inilah yang akan
menghantar manusia mencari 'Tuhan' sebagai tempat mengadu dan berkeluh kesah
(hlm. ix-xi).
Dibingkai dengan bahasa esai sederhana yang mudah
dicerna, buku ini merefleksikan kesadaran manusia beragama secara harmonis dan
dinamis. Bahwa beragama sejatinya menginternalisasikan diri menuju sifat-sifat
Ilahi yang terpuji. Kekurangannya, Komaruddin terlena dengan kesederhanaan
bukunya, meski bukan karya ilmiah, buku refleksi ini akan lebih maksimal bila
ditambahi data dan fakta terkait secara komprehensif.
Nampaknya buku ini memang didesain khusus menjawab
problematika keberagamaan di Indonesia dengan persinggungan budaya yang khas.
Komaruddin menyimpulkan, percikan api terorisme, anarkisme, brutalisme,
tawurisme, dan intoleransi atas nama agama adalah buah kekeliruan memahami
doktrin agama. Ini juga dipengaruhi patronase ideologi dari luar yang secara
simultan terus melucuti pemikiran kita; karena jati diri bangsa dan karakter
keberislaman Indonesia adalah tenggang rasa, santun, ramah, dan toleran (hlm.
190-191).
Muhammad Bagus Irawan, mahasiswa Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berpendapat