Labels

Monday 27 February 2012

Mengasakan Arti Kehidupan



Life Without Limits: Tanpa Lengan & Tungkai, Aku bisa Menaklukkan Dunia
Dimuat di Harian Malang Post edisi Minggu 26 Februari 2012
http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=43608:mengasakan-arti-kehidupan&catid=50:resensibuku&Itemid=81

Judul Buku      : Life Without Limits: Tanpa Lengan & Tungkai, Aku bisa
Menaklukkan Dunia
Penulis         : Nick Vujicic
Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun           : 1, Mei 2011
Tebal           : 272 halaman
Harga           : Rp 55.000,-

Melihat cover buku, saya cukup simpati dan terkesima dengan foto penulis yang begitu cerah menjalani hidup. Namanya adalah Nick Vujicic, seorang biasa yang terlahir tanpa tangan dan kaki. Bisa dibayangkan, bagi Nick, betapa kehidupan dunia adalah perantara yang sepele dan mudah ditaklukan, asal kita mau menekuni dengan kesungguhan hati. 

Dunia, yang secara nyata dapat dinilai dan dilihat sebagai keutuhan alam, dimana kehidupan senantiasa berputar dengan segala kesenangan dan kepahitannya, gelanggang dimana manusia dilepas untuk memainkan peranan tertentu yang dipilihnya. Walaupun tak jarang kondisi manusia itu dikaruniai ketidaksempurnaan fisik, namun dengan keutuhan mental dan jiwa, semangat menjalani hidup terasa sama saja, bahkan melebihi manusia yang dikaruniai fisik sempurna. 

Buku berjudul “Life Without Limits: Tanpa Lengan dan Tungkai, Aku bisa Menaklukkan Dunia” ini memang menyuguhkan kisah inspiratif yang menggugah siapa saja yang membaca. Dikisahkan bagaimana ketika Nick yang lahir dengan kekurangan fisik tanpa adanya kedua tangan dan tungkai mampu menjalani hidup dengan begitu antusias dan semangat. Walhasil, ia dengan perjuangan gigihnya itu, berhasil menjadi seorang ekonom dan motivator yang sukses.       

Buku ini adalah lukisan hati dan pengalaman hidup Nick. Ia mengelaborasi seluruh isi sebagai cerita, memoar, curhat, dan menyimpulkannya sebagai motivasi yang lugas dan menyentuh. Dikisahkan, ketika masa kanak-kanak, Nick selalu merasa, bahwa dirinya berbeda dari yang lainnya. “Saya selalu bergumul dalam depresi dan kesepian. Bahkan, aktu ia berusia 12 tahun, ia berniat untuk bunuh diri. Ia memang pergi ke sekolah, tapi jiwa dan hidupnya tak ada di sana. Ia melihat dirinya tidak laik lagi untuk hidup, dan ia begitu menyesali keadaan dirinya itu. Kemudian, tatkala ada seorang  berkata semuanya akan baik-baik saja. Nick akan membantahnya; “Bagaimana bisa, kamu tidak tahu pahitnya hidup dan masa depanku.” Sebuah keniscayaan yang kerap menjadi momok kedukaan.

Waulupun begitu, hari demi harinya, ia belajar untuk mengatasi situasi sepi. Ia mulai dengan membersihkan diri sendiri, bekerja dengan komputer, dan juga olah raga semua tanpa tangan dan kaki. Semua tuntutan ini justru telah membuat dirinya semakin kuat. Nick pun mulai mengerti, bahwa Tuhan telah menciptakan dirinya seperti ini seperti Tuhan sendiri mau. “Saya menyadari, bahwa Tuhan ingin membutuhkan ku dengan kondisi tubuh tidak utuh agar dapat menguatkan yang lainnya.” Dengan keadaannya yang seperti itu, Nick tidak marah kepada Tuhan.

Tetapi justru sebaliknya, ia bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Buku ini menjadi penanda keterjepitan manusia menjadikannya menuai kelapangan yang indah. “Life Without Limits” mengantar kita bagaimana menyelami arti kehidupan yang sebenarnya. Nick menceritakan cacat fisik dan pertempuran emosi yang dialaminya saat berusaha mengatasi keadaannya semasa kecil, remaja, dan menjelang dewasa. 
Pesan Nick bagi kita adalah bagaimana kita menemukan jati diri dan tujuan hidup di dunia, terlepas dari segala kesulitan dan aras rintang yang menghambat. Karena kehidupan dunia berhikmah menyelaminya dengan penuh perjuangan dan kesyukuran. Selamat membaca..

Muhammad Bagus Irawan, pengelola Perpustakaan Rlmantingani di Asrama IAIN Walisongo Semarang.

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat