Labels

Monday 19 July 2010

RESENSI


dimuat di Surabaya Post edisi Ahad, 11 Juli 2010

The Power of Gus Dur

Judul : Jejak Guru Bangsa

Penulis : Mohamad Sobary

Penerbit : PT Gramedia Media Utama, Jakarta

Cetakan : Pertama, 2010

Tebal : vi + 179

ISBN : 978-979-22-5549-2

Mendengar namanya saja, seribu ekspresi akan bermunculan. Adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sosok guru bangsa yang fenomenal, namun mempunyai daya kharismatik yang tinggi.

Buku yang berjudul Jejak Guru Bangsa ini, bagaikan kejernihan air sungai yang mengalir bebas. Penulis berusaha merealitakan memoar kehidupan Gus Dur yang apa adanya. Tidak ada pujian dan celaan yang dilontarkan. Sobary berbicara secara gamblang. Mengenai hal-ihwal pemikiran dan wawasan Gus Dur, kiprah sosial budaya, panggung politik, dan juga peran sebagai pejuang HAM.

Di bagian Prolog, penulis bertutur tentang kepribadian Gus Dur yang begitu kompleks, bagai kitab “kuning” sarat akan penafsiran yang kaya dan mendalam. Selanjutnya Sobary juga menyoroti banyaknya penulisan ihwal Gus Dur yang cenderung tergopoh-gopoh dan banyak mengundang spekulasi. Singkat kata, buku ini dijadikan penulis sebagai ujung tombak yang mendobrak. Di tengah-tengah ribuan buku sejenis yang hadir membanjir sesaat sepeninggal mantan presiden RI ke-4 ini.

Sebagai figur bangsa, Gus Dur memang menyimpan banyak kontroversi seperti halnya ketika mengatakan “Gitu aja kok repot”. Kisah yang bernuansa ini pula yang akan memenuhi lembaran buku ini. Namun dengan kelihaian Sobary, buku ini dikemas secara hidup dan tidak monoton dalam bentuk cerita guyonan saja. Bagi saya buku ini asyik dibaca, peka dengan analisis data, ditulis renyah, namun tidak mengurangi subtansi serius yang disampaikan penulis.

Dalam tema Santri Baru dan “hadis” Amerika, Sobary bertutur tentang sebuah kisah menarik. Suatu hari, saat santri harus sudah masuk jam ngaji bersama kyai di kelas, di lain tempat, Gus Dur yang menjadi “orang istimewa” di pesantren, dengan santainya membaca novel The Old Man and The Sea karya Hemingway. Sampai akhirnya ada santri yang keheranan dan tidak mengerti dengan buku yang dibaca Gus Dur, diapun bertanya: “baca apa Gus?”. Oleh Gus Dur dijawab “baca hadist ”.

Merasa tidak juga paham dengan maksud Gus Dur, si santri pun bertanya lagi, dan dijawab dengan sedikit jail olehnya: “ini hadist Amerika”. Namun, setelah terjadi sedikit perdebatan yang cukup alot (khas santri), Gus Dur pun menerangkan dengan santun. Bahwa di dalam novel Amerika ini ada pesan kemanusiaan; keikhlasan, kesabaran, dan perjuangan tanpa kenal putus asa. Seperti halnya yang terdapat dalam hadist Nabi (hal 31-32).

Mungkin sikap Gus Dur kecil yang cooperative terhadap semua bacaan inilah, yang pada akhirnya membuka cakrawala dunia keilmuan beliau yang luas, dan membentuk karakter yang sederhana, namun bukan biasa. Terbukti dalam Sang “Alternatif” dan Politik Alam Ghaib, saat itu tahun 1984. kali pertama Gus Dur mencalonkan diri sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU dalam muktamar di Pesantren Salafiyah Safi’iyah, Sukorejo, Situbondo. Tak disangka-sangka dukungan membanjir kepadanya. Itu adalah “alternatif” karena sudah lama NU mendambakan tokoh muda muncul. Tak ayal baginya, sebagai cucu dari pendiri NU, beliau mulus melenggang menjadi pemimpin NU. Walaupun itu berkat bantuan mimpi KH. Ahmad Siddiq tentang keridlaan kyai Hasyim merestui Gus Dur. Hal unik yang disebut Gus Dur dengan mekanisme politik alam ghaib (hal 81-83).

Dalam tulisan “Ar Rapatu Al Akbaru”: Rapat Akbar Sejuta Umat NU. Suatu tindakan berani yang dilakukan PBNU, dimotori Gus Dur, menyelenggarakan suatu rapat besar di Senayan. Hal yang membawa kepentingan emosional yang tinggi di bawah rezim Orde Baru. Beliau juga merasa cemas dengan sinyalemen negatif, berupa ancaman yang diberikan Soeharto. Karena dianggap mengganggu stabilitas ktttekuasaan. Akan tetapi, karena publik terlanjur mengidolakannya sebagai “wali”, beliaupun aman lahir dan batin memimpin NU.

Buku ini diakhiri dengan untaian doa dari penulis, sebagai seorang sahabat. Disebutkan bahwa dengan lahirnya buku ini, adalah merupakan hadiah terbesar dan terindah yang mampu dipersembahkan Sobary bagi Gus Dur, sang guru bangsa.

Peresensi adalah Bagus Irawan, pembaca buku dan mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. CP: 085865414241. No ATM : 2-056-08169-3 (BPD Jateng)

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat