Labels

Saturday, 14 March 2015

Keteladanan Hidup Suci para Wanita Kudus








Judul : Lima Kuntum Bunga Gereja

Penulis : A Sudiarja
Penerbit : Kanisius
Cetakan : Januari 2015
ISBN : 978-979-21-4174-0

Di tengah pergolakan dan pergulatan hidup yang semakin liar dan sesak, buku  Lima Kuntum Bunga Gereja bisa jadi |"udara segar." Buku  merupakan renungan atas lima tokoh perempuan suci  Gereja yang  memancarkan spirit inspirasi dan cahaya keteladanan  umat. Mereka adalah Santa Teresia, Santa Bernadette, Santa Teresa, Santa Katerina, dan Ibu Teresa. Mereka konsisten menjadi pribadi  sederhana, penuh kasih, dan lepas dari prasangka. Mereka  menggambarkan penerapan etos ilahiah dalam kehidupan di dunia fana ini.

Santa Teresia menjadi lambang bukti cinta pada sesama dengan fokus  hanya kepada Yesus. Narasi cinta tersebut bisa dibaca lewat karyanya berjudul Confessiones. Tulisannya itu merupakan ungkapan yang jujur dari gejolak jiwanya, seamsal buku bertajuk sama karya Santo Agustinus. Tetapi Teresia lebih cair, tidak meramu tulisan jadi pemikiran teologis (hal 8).

Secara garis besar dia menyatakan eksistensinya sebagai jiwa yang haus pada Tuhan. Keberaniannya itu bukan hanya dalam pengakuan, tetapi dibuktikkan dalam hidup  keseharian. Ia memberangus segala keinginan duniawi. Teresia benar-benar mengaplikasikan sabda  Yesus,  “Barangsiapa mengasihi bapak dan ibunya lebih daripada-Ku, dia tidak layak bagi-Ku” (Mt 10: 37). Sebagai wujud baktinya, Teresia  rela menjalani matiraga  keras, hidup menderita demi memikul beban pengorbanan Yesus yang dicurahkan bagi umat (hal 30).

Santa Teresa, pengabdi luhur berparas cantik. Kendati ia lahir dan dibesarkan sebagai anak bangsawan kaya raya, berkecukupan, semua ditinggalkan. Ia memilih menjadi biarawati yang miskin  (hal 95).

Meski mendapat tentangan keluarga dan teman-temannya, keputusan bulat sudah diambil. Ia berkaul kekal melayani  Yesus dan sesama. Ia ingin memuaskan  kerinduan pada kegenapan batin, dan itu ia ketemukan dalam perjuangan keras melayani Tuhan dan umat (hal 109).

Santa Bernadette menjadi kisah keajaiban. Saat berusia 13, ketika  menggembalakan ternak di gua Lourdes,  mendapatkan anugerah penampakan  Bunda Maria (hal 48). Alhasil, ia mendapat titah  luar biasa karena bersedia menepati janjinya berziarah 15 hari bertemu Bunda Maria. Mata air di dalam gua itu bisa dipergunakan sebagai sarana pengobatan mujarab. Warga berduyun-duyun membuktikan mukjizat itu. Yang sakit dinyatakan sembuh secara medis oleh dokter, berkat air Lourdes.  Bernadette pun sontak menjadi buah bibir seantero Eropa.

Pada akhirnya Bernadette membaktikkan diri dalam Gereja. Ia masih menjunjung tinggi janjinya pada Bunda Maria untuk melayani umat. Hingga akhir hayat, kesederhanaan hidup, di luar popularitas yang disandangnya, menjadikan Bernadette pribadi yang tulus dan rendah hati (hal 61). Barangkali dari kisah ini umat diajak selalu turun ke tanah,  tidak jumawa akan kelebihannya.

 Santa Katarina, sosok yang berhasil membujuk Paus Gregorius XI dari tahta  di Avignon ke Roma. Berkat nasihatnya itu, hingga kini Roma ditetapkan sebagai kedudukan Paus yang resmi. Bagaimana mungkin seorang gadis muda  mempengaruhi pemimpin Gereja sedunia, jikalau tidak ada karisma, kesucian, dan bantuan Tuhan? (hal 122) Faktanya, kekuatan besar Katarina hadir dari gagasan bernas dan kecerdasan emosionalnya yang tinggi.

Ia dibesarkan di tengah kisruh perpecahan Gereja, tetapi  memiliki pandangan visioner untuk mempersatukan kembali. Usaha kerasnya lewat kotbah,  korespondensi, dan tulisannya, membuat  dirinya sebagai salah satu perempuan kudus yang patut dihargai dunia (hal 132).

Terakhir adalah Ibu Teresa yang lemah lembut. Dia baru dikenal dunia di usia tua saat gagasannya mulai didengar dan puncaknya  dinobatkan meraih Nobel Perdamaian 10 Desember 1979. Ibu Teresa selalu teguh membantu para kaum miskin dan papa di mana pun.

Jalan misionaris, baginya adalah mewariskan paradigma multikultural sejati (hal 75). Ia membantu setiap orang, tak membedakan-bedakan kultur, kasta, dan agama. Tak ayal warga Kalkuta sangat mencintainya. Seluruh warga Kalkuta dan dunia mengiringi kepergiannya kembali kepada Tuhan  dengan tangis sedih  (hal 83).

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat