Mengenang Sajak Si Burung Merak
Judul : Stanza dan Blues
Penulis : W.S. Rendra
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun : 1, Mei 2010
Tebal : vii + 125 Halaman
Harga : Rp 35.000,-
Willibrordus Surendra Bawana Rendra, disingkat W.S. Rendra, namanya
amatlah dikenal dalam jagat sastra. Dengan julukan “Burung Merak”, dia
melantangkan sajak-sajak murni, ironi hati. Di dalamnya, mengkritisi
setiap ketidakadilan, kebrobokan moral, memerhati tatanan entitas
sosial, dari digdaya sang patron kuasa. Sungguh, apa yang sudah
ditulisnya itu, menjadi kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa dan
negara Indonesia.
Buku antologi puisi berjudul Stanza dan Blues ini, hadir menghimpun
rajutan indah sajak-sajak terbaik Rendra. Darinya, pembaca dibawa
merekam jejak kreativitas Rendra, lewat sajak yang dikenal luas.
Pembaca akan merasakan daya kreatif di balik puisi-puisi Rendra.
Kreativitas tersebut bertumpu pada kegeniusan Rendra mengadaptasi dan
mentransformasikan kaidah-kaidah natural dan artistik stanza dan blues
ke dalam puisi-puisinya.
Buku ini patut dibaca sebagai arah mengagumi sumbangsih sajak Rendra
yang indah kaya makna. Ikhtiar memunculkan antologi puisi ini memang
lebih pada merekonstruksi ingatan kita akan nalar kreatif Rendra.
Mengukuhkan Rendra sebagai salah satu punggawa sastra Indonesia.
Selanjutnya, tercatat, sepeninggal Rendra pada 6 Agustus 2009 di Depok
Jawa Barat, telah didedikasikan dua buku; Rendra: Ia Tak Pernah Pergi
(Penerbit Buku Kompas, 2009); kedua, Rendra Berpulang (Burung Merak
Press, 2009). Dan, Rendra yang masif sebagai pelopor berdirinya
Bengkel Teater telah mencipta karya-karya terkenalnya yakni; Ballada
Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Blues untuk Bonnie, Empat
Kumpulan Sajak, Sajak-sajak Sepatu Tua, Mencari Bapak , dan masih
banyak lagi.
Puisi Rendra begitu khas. Tak ayal, melalui puisi-puisi itu pula
publik terbawa mengenal tradisi estetika balada ala Rendra. Ciri khas
yang begitu memikat secara penuh. Betapa tidak, memang secara personal
penyairnya sendiri berhasil membawakannya secara perfect tatkala
berada di atas panggung ataupun layar. Itulah, yang membuat karakter
multisafet dan poin of view dari sajak Rendra amat kuat terasa.
Buktinya, dalam ”Nyanyian Duniawi”, Rendra dengan kuat menyiratkan
daya juang dan gairah hidup yang menisbikan rasa cinta kasih (halaman
42). Tema itu, seakan berurat nadi dengan ketidakadilan sosial yang
tertangkap. Dan, apa yang menjadi renungannya itu menjelma aksi dan
peristiwa yang urgen. Hingga dituangkan kedalam lembah romantisme
kepenyairan.
Menyinggung kaidah harmoni syairnya. Terwujud sebuah capaian unik,
mise en scene, bukan kredo seni. Melainkan, kredo kehidupan yang
berdasar pada unggahan filsafat seni, guna mengabdi pada kebebasan,
kejujuran, dan hakikat kehidupan. Dirinya pun sering diapresiasi
memahami estetika secara perseptual. selamat membaca!
Muhammad Bagus Irawan, penikmat sastra pada pesanggrahan Kalamende,
mahasiswa Fakultas Ushuludin IAIN Walisongo, Semarang.
CP: 085865414241
Tuesday, 23 November 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)