Labels

Tuesday 27 November 2012

Napas Abadi Agama


Tayang di Books Bisnis Indonesia edisi 25 Nopember 2012




Judul Buku : Agama Punya Seribu Nyawa
Penulis  : Komaruddin Hidayat
Penerbit : Nourabooks, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal  : 308 halaman
ISBN  : 9786029498004



Perguliran dunia modern dengan kemajuan teknologinya menohokkan pesimisme beragama. Bertrand Russell, dalam bukunya “Religion and Science”, menyimpulkan bila agama kini tidak lagi mempunyai pengaruh seamsal beberapa abad lalu. Doktrin agama yang dulu dianggap sebagai kebenaran mutlak, yang mesti dipercaya apa adanya, seiring dengan perkembangan sains, sekarang menjadi tidak esensial lagi. Senada itu, filsuf Friedrich Nietzsche pernah berikrar ihwal kematian Tuhan. Karl Marx pun berfatwa bila agama itu candu. Menjadi pengharapan utama kaum tertindas dengan janji surga sebagai ilusi semata.

Selain itu, banyak tokoh Ateis seperti Sam Haris, Richard Dawkins, dan Christopher Hitchens yang mengkritik agama. Agama, selain sudah tidak kompatibel dengan sains masa kini, ia juga dikatakan sumber konflik. AN. Wilson dalam buku “Against Religion: Why We Should Try to Live without It” menegaskan agama lebih berbahaya dari candu. Agama mendorong manusia saling menganiaya di antara sesamanya. mengklaim diri mereka sendiri sebagai pemilik kebenaran sedang lainnya sesat. Dalam konteks Indonesia, kita bisa merabanya lewat serangkaian aksi intoleransi terhadap jama'ah Syi'ah di Sampang dan Ahmadiyah di Bogor.


Akan tetapi meski mendapat serangan, cercaan, dan intimidasi dari segenap tokoh dunia itu, nyatanya agama tak lantas mati. Agama masih tetap eksis dengan pelbagai corak-figurasi keberagamaannya. Di Indonesia saja, agama Islam dilakoni kedalam beragam corak; dari fundamentalis, moderat, liberal, hingga radikalis. Mereka tersebar kedalam lembaga keagamaan berbeda; dari NU, Muhammadiyah, JIL, FPI, JI, Irsyad, dan lainnya. Karen Armstrong dalam bukunya “Masa Depan Tuhan” berkesimpulan bila agama punya masa depan cerah. Komaruddin Hidayat dalam bukunya kali ini juga menegaskan bahwa agama memiliki nafas abadi. Dalam kata pengatarnya; Prof. Quraish Shihab menjawab, bahwa setiap manusia secara fitrahnya akan mengalami kecemasan dan ketakutan. Kecemasan dan ketakutan akan segala hal yang menimpa inilah yang akan menghantar manusia mencari 'Tuhan' sebagai tempat mengadu dan berkeluh kesah (hlm. ix-xi).

Dibingkai dengan bahasa esai sederhana yang mudah dicerna, buku ini merefleksikan kesadaran manusia beragama secara harmonis dan dinamis. Bahwa beragama sejatinya menginternalisasikan diri menuju sifat-sifat Ilahi yang terpuji. Kekurangannya, Komaruddin terlena dengan kesederhanaan bukunya, meski bukan karya ilmiah, buku refleksi ini akan lebih maksimal bila ditambahi data dan fakta terkait secara komprehensif.

Nampaknya buku ini memang didesain khusus menjawab problematika keberagamaan di Indonesia dengan persinggungan budaya yang khas. Komaruddin menyimpulkan, percikan api terorisme, anarkisme, brutalisme, tawurisme, dan intoleransi atas nama agama adalah buah kekeliruan memahami doktrin agama. Ini juga dipengaruhi patronase ideologi dari luar yang secara simultan terus melucuti pemikiran kita; karena jati diri bangsa dan karakter keberislaman Indonesia adalah tenggang rasa, santun, ramah, dan toleran (hlm. 190-191).

Muhammad Bagus Irawan, mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang

No comments:

Post a Comment

Silahkan Berpendapat