Labels

Tuesday 23 October 2012

Potret Perlawanan Petani Banten



Resensi dimuat di Bisnis Indonesia edisi 21 Oktober 2012

Judul Buku : Doktrin Agama Syekh’ Abd Al-Karim Al-Bantani, Dalam Pemberontakan Petani Banten
Penulis         : Hendri F. Isnaeni
Penerbit  : Kreasi Cendekia Pustaka, Jakarta
Tahun          : 1, September 2012
Harga           : RP 37.500,-
Tebal            : x + 118 halaman
ISBN             : 9786021998731

Di Indonesia, eksistensi gerakan dan perlawanan petani tumbuh sejalan dengan kebijakan liberalisasi ekonomi pemerintah Hindia Belanda tahun 1870. Gerakan kapitalisme cultuurstelsel menyaratkan tumbal tanah dan keringat rakyat jelata. Petani pribumi dipaksa untuk bertani tanaman komoditas pasar dunia seamsal cengkeh, cokelat, kopi, sawit, tembakau dan lainnya. Nahasnya, mereka wajib kerja suka rela tanpa upah setara, dengan ancaman pidana kolonial. Tekanan modernisme disertai gerakan ekonomi dan politik kapitalis, memerosokkan mental rakyat jajahan, dari ekonomi, sosial, politik, budaya, budaya, hingga agama. Dari sisi psikologis, meninggilah emosi perlawanan rakyat. Wajar, bila kala itu di Banten, banyak meletus pemberontakan pada otoritas kolonial.

Buku ini mendedahkan seluk-beluk dan rekam-jejak perlawanan petani Banten tahun 1888 yang berhasil mengejutkan dan menawan para petinggi kolonial. Akan tetapi, karena aksi perlawanan ini tanpa strategi militer yang jitu, akhirnya mampu diredam tentara Hindia Belanda. Fokus buku ini meneropong relasi perlawanan petani dengan legitimasi doktrin agama yang didakwahkan Syekh Abd Al-Karim Al-Bantani. Tesis Hendri menegaskan, meski Banten sedari dulu dikenal dengan tradisi kanuragannya, tidaklah mungkin berani memberontak kecuali didorong spirit tarekat agama.

Napak Tilas Sisa-sisa Kejayaan Majapahit



Resensi dimuat di Koran Jakarta edisi 19 Oktober 2012.

Napak Tilas Sisa-sisa Kejayaan Majapahit




Novel ini menarasikan latar Jawa kuno abad ke-14, menjelang keruntuhan Majapahit. Kerajaan terpecah menjadi dua kekuatan: kubu kulon di Daha dan kubu wetan di Trowulan. Berkobarlah perang saudara Paregreg puluhan tahun lamanya. Dampaknya, kekuatan Majapahit sebagai kerajaan pemersatu Nusantara yang dulu dikenang kegagahannya mulai dikebiri dan perlahan runtuh. Majapahit krisis kepemimpinan. Para pendeta Hindu-Bdudha mulai terlena dengan kekuasaan di setiap kubu. Kebejatan para preman merajalela. Rakyat jelata pun dipaksa menerima kepedihan dan kesengsaraan. 


Seperti Indonesia sekarang, ketika itu korupsi juga merebak di Majapahit. Pemiskinan rakyat kecil. Hukum dan keadilan diperjualbelikan. Krisis moral generasi merebak (akibatnya marak tawuran, tersandung narkoba, dan pergaulan bebas). Pendidikan pun sudah dikebiri dan dikomersialisasi untuk meraih laba. Nahasnya, ajaran agama pun dipelintir untuk kepentingan patronasenya. Kedua negeri berlainan zaman itu sama-sama terjerumus ke dalam kekacauan bidang ekonomi, sosial-budaya, politik, dan keamanan. 

Tuesday 9 October 2012

Mengajarkan Anak Cerdas Finansial


Resensi terbit di Bisnis Indonesia edisi 7 Oktober 2012

Judul Buku : Financial Parenting
Penulis   : Kak Seto dan Lutfi Trizki
Penerbit : Nourabooks, Jakarta
Tebal  : 184 halaman
Harga  : Rp 34.000,-
ISBN  : 978-602-9498-81-3

Di tengah arus kompleksitas perubahan zaman dan gemuruh publikasi korupsi negeri ini, orang tua dituntut lebih cerdas mendidik anaknya. Tentunya kita tidak sudi melihat anak tumbuh sebagai koruptor yang menyengsarakan liyan. Dari situ, selain membesarkan anak yang sehat secara fisik dan emosional, orang tua juga wajib  mendidik anak secara benar. Karena, mendidik anak bukan berarti mengabulkan setiap keinginannya. Tetapi, bagaimana orang tua mampu memberi teladan dan mengenalkan anak segala akhlak terpuji, terutama pengajaran kecerdasan finansial.

Maraknya lalu lintas rayuan iklan di segala media bisa mendikte anak menjadi pribadi yang konsumtif dan hedonis. Namun, orang tua tak perlu khawatir, ketika anak sejak dini sudah diajarkan dan ihwal kecerdasan finansial. Karena hasilnya, anak akan menjadi pribadi yang tangguh dan cermat dalam mengelola uang. Di sinilah, peran orang tua sangat vital, mengingat “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, sehingga teladan orang tua menjadi pelajaran pertama bagi anak.