Labels

Monday 19 July 2010

Resensi: Warna Investigasi Reportase


dimuat di Koran Jakarta edisi cetak Rabu, 30 Juni 2010


Warna Investigasi Reportase

Judul : Jurnalisme Investigasi: Trik dan Pengalaman Wartawan Indonesia Membuat Liputan Investigasi di Media Cetak, Radio, dan Televisi

Penulis : Dandhy Dwi Laksono

Penerbit : Kaifa, PT Mizan Pustaka

Tahun : 1, Juni 2010

Tebal : 436 halaman

ISBN : 978-979-1284-61-5

Harga : RP 59.000,-

Investigasi laksana seks, lebih cenderung dipraktekkan ketimbang hanya sebagai wacana. Bak film Detective Conan, investigasi lebih dikenal sebagai proses pemecahan sebuah misteri atau kasus yang dilakukan dengan teknik pengamatan, pengintaian, penyelidikan, bahkan penyamaran, dan uji laboratorium. Namun berbeda dengan investigasi dalam kepolisian, investigasi dalam jurnalisme memiliki kadar kedisiplinan dan batasan kode etik yang jelas.

Buku karya Jurnalis Terbaik Jakarta (2008) untuk liputan investigasi Pembunuhan Munir dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini, mencoba menelisik lebih dalam ihwal jurnalisme investigasi di Indonesia. Dhandy berkutat keras meramu berbagai konsep investigasi dengan pengalaman-pengalaman pribadi dan para rekan wartawan lain sebagai jurnalis investigasi. Menjadikan buku ini menjadi barang langka yang dinantikan kehadiranya.

Dalam buku ini terdapat 7 bab pembahasan. Dalam bab pertama, Apa itu Investigasi ?, penulis tidak lantas berlama-lama mengurai panjang lebar arti dan makna, akan tetapi lebih dijelaskan dengan studi kasus para jurnalis investigasi dalam berbagai media massa. Sehingga muncul perspektif yang kaya untuk sebuah interpretasi gagasan. Semisal; gagasan wartawan bukan polisi (hal 44).

Dalam bab berikutnya dikupas dalam mengenai modal-modal yang wajib dipenuhi dalam liputan investigasi yang dibagi dalam tiga fragmen besar; kemauan, ketekunan, dan keberanian. Fragmen ini juga perlu menjadi komoditi utama media massa Indonesia. Sering kali ditinggalkan, sehingga liputan jurnalisme lebih condong ke arah sporadis—tidak konsisten.

Untuk selanjutnya penulis memfokuskan pembahasan yang aplikatif. Langsung mengupas tuntas teknik-teknik peliputan investigasi, mengungkap bagaimana menyamar dan memburu narasumber kasus-kasus berat, semisal kasus; pembunuhan aktivis HAM, pembalakan hutan, penyidikan korupsi, dan lain sebagainya. Dirasa bersilat lidah, karena hampir semua karya jurnalis Indonesia tak layak menyandang label reportase investigasi.

Penulis menggaris bawahi hal ini lebih disebabkan faktor; Vested Interest pemilik media,kurangnya sumber dana, ketidaktahuan akan arti strategisnya liputan investigasi dalam ranah negara demokratis. Barulah mulai liputan “Bakso Tikus” Trans TV yang menghebohkan di tahun 2006 laik dilabeli liputan investigasi. Kemudian diikuti media massa lain membentuk warna tersendiri bagi Jurnalisme Investigasi di Indonesia.

Selain itu, penulis mencatat perkembangan jurnalisme investigasi kita saat ini cukuplah baik. Kejurnalisan kita mulai menemukan jati diri sesuai ekses kultur di Nusantara. Walaupun masih ada sisi negatif arus barat, namun kemajuan yang diraih patutlah diacungi “jempol”. Hal ini tidak lain karena nilai positif dari semua pihak yang telah mendukung.

Membaca buku ini, akan begitu berdampak membangun bagi dunia kejurnalisan Indonesia, khususnya dalam liputan investigasi. Disini penulis cukup lihai menjadikan buku ini enak dibaca bak novel mengalir dengan bahasa yang renyah, dan cerita sarat dengan makna. Banyak tips yang dijabarkan. Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja yang ingin mengenal lebih dalam ihwal Jurnalisme Investigasi.

Peresensi adalah Muhammad Bagus Irawan, pimpinan Jepara Pena Club, mahasiswa FUPK IAIN Walisongo, Semarang.

CP : 085865414241

Resensi: Menelisik Esensi Memori Manusia


Menelisik Esensi Memori Manusia

Judul : Psikologi Memori, Menyingkap Rahasia Memori

Penulis : Jonathan K. Foster

Penerbit : Portico Publishing

Tahun : 1, Mei 2010

Tebal : viii + 242 halaman

ISBN : 978-602-95977-3-8

Harga : RP 40.000,-

Berbicara ihwal memori, pastilah benak kita cenderung menerjemahkannya sebagai ingatan manusia. namun, jika ditelisik lebih jauh, memori punya andil besar dalam setiap aspek kehidupan manusia. Bagaimana tidak? Tanpa memori kita tidak akan mampu berbicara, membaca, mengarahkan jalan, mengidentifikasi obyek, ataupun menjalin hubungan interpersonal.

Buku yang berjudul “Psikologi Memori” ini mencoba mengupas secara gamblang hal-ihwal memori manusia dan seluk-beluk nya. Dalam buku ini, penulis yang adalah pakar dari Department of Psychology University of Western Australia meracik dan memadukan berbagai hasil riset neuroscience dan psikologi berupa studi kasus, anekdote, sastra, dan filsafat. Sehingga menjadi sebuah karya ilmiah yang renyah dengan data analitik dan riset yang akurat.

Buku ini memiliki 7 bab pembahasan. Dalam bab awal, Foster menjelaskan hakikat dari memori yang bukan sekedar memasukkan informasi ke dalam otak. Disini penulis menggambarkan memori kita akan lebih peka terhadap obyek yang sangat akrab semisal uang logam. Ditambahkan, hal ini menjadi wajar dari kesan sentral yang sangat esensial.

Kemudian dalam bab selanjutnya, Foster juga menggarisbawahi esensi memori kedalam 3 proses yakni; Encounding (pengkodean), Storage (penyimpanan), dan Retrieval (pengambilan kembali). Hal ini sekaligus mengeja spekulasi Plato dan filsuf-filsuf lain bahwasanya pikiran manusia cenderung menangkap lebih dalam berdasarkan pada kesan pribadi setiap prosesnya yang dikenal common sense (hal 44).

Kaitannya dengan tataran psikologi, Foster menandaskan hasil riset mutakhir yang akan meningkatkan pemahaman kita tentang banyak variabel yang mempengaruhi memori. 3 variabel yang meliputi; sensory memory, short term memory, dan long term memory. Dimana dinamika memori akan lebih jelas terekspose sebagai satu entitas tunggal, tetapi terdiri dari variabel-variabel yang menjadi satu-kesatuan utuh dan vital (hal 62).

Bagi saya, buku ini memberi landasan esensial pengenalan memori dalam diri manusia, bagaimana prosesnya dalam otak, dan bagaimana penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini enak dibaca, penulis mampu berkulat pena membahas materi yang cukup berat, dipaparkan kedalam bahasa yang renyah, mengalir dengan data analitik yang kompleks.

Penulis menutup buku ini dengan gagasan utama “Meningkatkan Memori”. Dijelaskan dalam ekses peningkatan kualitas memori manusia memerlukan inisiatif dan ketekunan. Memori bukanlah wadah yang pasif, sebaliknya memori merupakan proses yang aktif dan selektif dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Membaca buku ini, hendaknya kita sadar atas quantum anugerah Tuhan yang besar dalam penciptaan memori bagi manusia. Sebagai aplikasi nyata, kita dituntut lebih bijaksana dalam menggunakan memori kita sendiri dengan strategi yang efektif, efisien, dan kualitatif dalam kehidupan sehari-hari.

Peresensi adalah Muhammad Bagus Irawan, penikmat buku asal Kota Ukir Jepara, mahasiswa FUPK IAIN Walisongo, Semarang.

CP : 085865414241

RESENSI


dimuat di Surabaya Post edisi Ahad, 11 Juli 2010

The Power of Gus Dur

Judul : Jejak Guru Bangsa

Penulis : Mohamad Sobary

Penerbit : PT Gramedia Media Utama, Jakarta

Cetakan : Pertama, 2010

Tebal : vi + 179

ISBN : 978-979-22-5549-2

Mendengar namanya saja, seribu ekspresi akan bermunculan. Adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sosok guru bangsa yang fenomenal, namun mempunyai daya kharismatik yang tinggi.

Buku yang berjudul Jejak Guru Bangsa ini, bagaikan kejernihan air sungai yang mengalir bebas. Penulis berusaha merealitakan memoar kehidupan Gus Dur yang apa adanya. Tidak ada pujian dan celaan yang dilontarkan. Sobary berbicara secara gamblang. Mengenai hal-ihwal pemikiran dan wawasan Gus Dur, kiprah sosial budaya, panggung politik, dan juga peran sebagai pejuang HAM.

Di bagian Prolog, penulis bertutur tentang kepribadian Gus Dur yang begitu kompleks, bagai kitab “kuning” sarat akan penafsiran yang kaya dan mendalam. Selanjutnya Sobary juga menyoroti banyaknya penulisan ihwal Gus Dur yang cenderung tergopoh-gopoh dan banyak mengundang spekulasi. Singkat kata, buku ini dijadikan penulis sebagai ujung tombak yang mendobrak. Di tengah-tengah ribuan buku sejenis yang hadir membanjir sesaat sepeninggal mantan presiden RI ke-4 ini.

Sebagai figur bangsa, Gus Dur memang menyimpan banyak kontroversi seperti halnya ketika mengatakan “Gitu aja kok repot”. Kisah yang bernuansa ini pula yang akan memenuhi lembaran buku ini. Namun dengan kelihaian Sobary, buku ini dikemas secara hidup dan tidak monoton dalam bentuk cerita guyonan saja. Bagi saya buku ini asyik dibaca, peka dengan analisis data, ditulis renyah, namun tidak mengurangi subtansi serius yang disampaikan penulis.

Dalam tema Santri Baru dan “hadis” Amerika, Sobary bertutur tentang sebuah kisah menarik. Suatu hari, saat santri harus sudah masuk jam ngaji bersama kyai di kelas, di lain tempat, Gus Dur yang menjadi “orang istimewa” di pesantren, dengan santainya membaca novel The Old Man and The Sea karya Hemingway. Sampai akhirnya ada santri yang keheranan dan tidak mengerti dengan buku yang dibaca Gus Dur, diapun bertanya: “baca apa Gus?”. Oleh Gus Dur dijawab “baca hadist ”.

Merasa tidak juga paham dengan maksud Gus Dur, si santri pun bertanya lagi, dan dijawab dengan sedikit jail olehnya: “ini hadist Amerika”. Namun, setelah terjadi sedikit perdebatan yang cukup alot (khas santri), Gus Dur pun menerangkan dengan santun. Bahwa di dalam novel Amerika ini ada pesan kemanusiaan; keikhlasan, kesabaran, dan perjuangan tanpa kenal putus asa. Seperti halnya yang terdapat dalam hadist Nabi (hal 31-32).

Mungkin sikap Gus Dur kecil yang cooperative terhadap semua bacaan inilah, yang pada akhirnya membuka cakrawala dunia keilmuan beliau yang luas, dan membentuk karakter yang sederhana, namun bukan biasa. Terbukti dalam Sang “Alternatif” dan Politik Alam Ghaib, saat itu tahun 1984. kali pertama Gus Dur mencalonkan diri sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU dalam muktamar di Pesantren Salafiyah Safi’iyah, Sukorejo, Situbondo. Tak disangka-sangka dukungan membanjir kepadanya. Itu adalah “alternatif” karena sudah lama NU mendambakan tokoh muda muncul. Tak ayal baginya, sebagai cucu dari pendiri NU, beliau mulus melenggang menjadi pemimpin NU. Walaupun itu berkat bantuan mimpi KH. Ahmad Siddiq tentang keridlaan kyai Hasyim merestui Gus Dur. Hal unik yang disebut Gus Dur dengan mekanisme politik alam ghaib (hal 81-83).

Dalam tulisan “Ar Rapatu Al Akbaru”: Rapat Akbar Sejuta Umat NU. Suatu tindakan berani yang dilakukan PBNU, dimotori Gus Dur, menyelenggarakan suatu rapat besar di Senayan. Hal yang membawa kepentingan emosional yang tinggi di bawah rezim Orde Baru. Beliau juga merasa cemas dengan sinyalemen negatif, berupa ancaman yang diberikan Soeharto. Karena dianggap mengganggu stabilitas ktttekuasaan. Akan tetapi, karena publik terlanjur mengidolakannya sebagai “wali”, beliaupun aman lahir dan batin memimpin NU.

Buku ini diakhiri dengan untaian doa dari penulis, sebagai seorang sahabat. Disebutkan bahwa dengan lahirnya buku ini, adalah merupakan hadiah terbesar dan terindah yang mampu dipersembahkan Sobary bagi Gus Dur, sang guru bangsa.

Peresensi adalah Bagus Irawan, pembaca buku dan mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. CP: 085865414241. No ATM : 2-056-08169-3 (BPD Jateng)